Industri nikel di Indonesia sering digambarkan sebagai pilar kemakmuran nasional, terutama dengan perannya yang strategis dalam pengembangan kendaraan listrik global. Namun, di balik narasi positif tersebut, berbagai tantangan besar muncul di lapangan, mulai dari kerusakan lingkungan hingga konflik sosial. Deforestasi, pencemaran air, dan dampak terhadap masyarakat adat menjadi isu yang terus membayangi ekspansi tambang nikel di Sulawesi dan wilayah lainnya. Bahkan, laporan dari Rainforest Foundation Norway menyebutkan bahwa limbah beracun dari proses High-Pressure Acid Leaching (HPAL) menjadi ancaman serius bagi ekosistem lokal.

Muhammad Heychael, Co-founder Remotivi, mengungkap bahwa 77,6 persen pemberitaan media hanya fokus pada peristiwa signifikan di sekitar tambang, sementara isu tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) jarang mendapat sorotan. Selain itu, sekitar 31 persen berita tentang industri nikel cenderung bernada positif, dengan sumber utama berasal dari pemerintah dan perusahaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah narasi kemakmuran ini menutupi realitas dampak buruk yang dirasakan masyarakat lokal?

Industri pertambangan nikel di Indonesia memiliki dampak lingkungan yang signifikan dan merugikan, meskipun sering dipandang sebagai sumber kemakmuran. Pertambangan nikel menyebabkan deforestasi besar-besaran, dengan sekitar 693.246,72 hektar hutan telah dialokasikan untuk kegiatan pertambangan. Di Sulawesi Selatan, misalnya, hilangnya 4.449,2 hektar hutan hujan telah mengakibatkan pencemaran air di Danau Mahalona dan sungai-sungai sekitarnya, yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat lokal. Selain itu, di Maluku Utara, pertambangan nikel menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang drastis, termasuk pencemaran air dan hilangnya sumber mata air bagi penduduk desa.

Selain kerusakan ekosistem, dampak sosial dari industri nikel juga tidak dapat diabaikan. Banyak masyarakat yang kehilangan akses terhadap lahan dan sumber daya alam mereka akibat perampasan tanah oleh perusahaan pertambangan. Pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan juga berdampak pada kesehatan masyarakat, dengan meningkatnya kasus gangguan pernapasan dan penyakit akibat kualitas air yang buruk. Konflik antara perusahaan dan masyarakat setempat semakin meningkat karena ketidakpuasan terhadap kompensasi yang diberikan serta dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan.

Sumber: