Bahlil Raih Gelar Doktor, Apa Saksi Yang Dikenakan Bila Terbukti Ada Kecurangan?

Author Photoportalhukumid
18 Oct 2024
Menteri ESDM Bahlil Lahdalia Saat Mempresentasikan Disertasinya
Menteri ESDM Bahlil Lahdalia Saat Mempresentasikan Disertasinya

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, berhasil memperoleh gelar doktor setelah menjalani ujian terbuka pada program pascasarjana Kajian Strategik dan Global di Universitas Indonesia (UI), Depok, pada tanggal 16 Oktober 2024. Disertasi yang diajukan Bahlil berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia,” topik yang erat kaitannya dengan pengalaman profesionalnya sebagai menteri. Bahlil mengungkapkan bahwa fokus disertasinya adalah untuk menguji secara akademis kebijakan hilirisasi nikel yang telah diterapkan di Indonesia, dengan tujuan untuk memperbaiki jika ada kelemahan atau meningkatkan yang sudah baik. Gelar doktor tersebut diselesaikannya dalam dua tahun atau empat semester, meskipun ia mengakui adanya tantangan dalam membagi waktu antara tugas sebagai pejabat publik dan komitmen akademik.

Dalam disertasinya, Bahlil mengidentifikasi empat tantangan utama dalam hilirisasi nikel: keterbatasan dana transfer daerah, minimnya keterlibatan pengusaha lokal, rendahnya partisipasi perusahaan Indonesia dalam hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang. Sebagai solusi, Bahlil merekomendasikan reformulasi alokasi dana bagi hasil, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha lokal, penyediaan pendanaan jangka panjang untuk perusahaan nasional di sektor hilirisasi, serta kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi.

Namun, apabila ada dugaan kecurangan dalam proses perolehan gelar tersebut, seperti tindakan plagiarisme, manipulasi data, atau prosedur yang tidak sesuai dengan standar akademik, maka tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi hukum. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, terutama pada Pasal 28 ayat (1) yang menegaskan bahwa gelar akademik hanya dapat digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang sah dan memiliki kewenangan untuk memberikan gelar tersebut. Pasal ini juga menyatakan bahwa gelar akademik, vokasi, atau profesi yang diberikan oleh perguruan tinggi atau program studi yang tidak terakreditasi dinyatakan tidak sah dan dapat dicabut oleh Menteri (Pasal 28 ayat 3).

Selain itu, Pasal 28 ayat (5) menegaskan bahwa gelar akademik, vokasi, atau profesi dinyatakan tidak sah dan dapat dicabut oleh perguruan tinggi jika karya ilmiah yang digunakan untuk memperoleh gelar tersebut terbukti sebagai hasil plagiat atau jiplakan. Dalam konteks ini, jika disertasi atau karya ilmiah yang diajukan Bahlil terbukti melakukan plagiarisme, gelar tersebut dapat dicabut berdasarkan aturan tersebut.

Tindakan kecurangan dalam perolehan gelar juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 70 yang menyebutkan bahwa lulusan yang menggunakan karya ilmiah jiplakan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi dapat dipidana. Hukuman yang diatur dalam pasal ini berupa pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Ketentuan ini secara tegas memberikan sanksi bagi pelaku yang terbukti melakukan plagiat dalam karya ilmiah yang digunakan untuk memperoleh gelar akademik.

Artikel Terkait

Rekomendasi