Praktik percaloan kasus di lembaga peradilan Indonesia, yang dikenal sebagai “makelar kasus” atau markus, kerap terjadi dan melibatkan sejumlah penegak hukum. Salah satu contoh terbaru adalah penangkapan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan suap untuk mempengaruhi putusan kasasi dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti oleh Gregorius Ronald Tannur. Penangkapan Zarof ini semakin menyoroti kasus percaloan di kalangan penegak hukum Indonesia, yang tampaknya telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Zarof Ricar, yang telah mengabdi di MA hingga pensiun pada 2022, diduga telah menjalankan peran sebagai makelar kasus sejak 2012. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkap bahwa Zarof diduga menerima gratifikasi sebesar hampir Rp1 triliun dalam bentuk uang dan puluhan kilogram emas dari berbagai kasus yang diurusnya di MA. Kejutan ini terungkap setelah penyidik Kejagung melakukan penggeledahan di kediamannya, dan menemukan uang serta emas dalam jumlah besar yang disinyalir berasal dari praktik percaloan kasus.
Fenomena penegak hukum menjadi makelar kasus tampaknya telah mengakar di berbagai lembaga peradilan Indonesia. Berikut adalah beberapa kasus yang melibatkan penegak hukum sebagai makelar kasus di Indonesia:
1. Kasus Suap Hakim Ad Hoc Tipikor Pontianak di Tahun 2012
Heru Kisbandono, seorang hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak, terbukti terlibat dalam percaloan kasus untuk mempengaruhi putusan bagi Ketua DPRD Grobogan, M. Yaeni, yang didakwa melakukan korupsi. Heru melakukan lobi pada hakim Pengadilan Tipikor Semarang dengan menerima uang Rp150 juta dari adik M. Yaeni, Sri Dartutik, yang kemudian ditangkap dalam operasi tangkap tangan oleh KPK. Akibat tindakannya, Heru divonis 6 tahun penjara dan dikenai denda Rp200 juta. Kasus ini menunjukkan bagaimana praktik markus sering kali melibatkan penyuapan di antara pihak-pihak dalam sistem peradilan.
2. Mantan Penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, Divonis 11 Tahun
Stepanus Robin, yang sebelumnya bertugas sebagai penyidik di KPK, menerima uang suap dari Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial dan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, dengan total Rp1,69 miliar dan sejumlah dolar AS. Robin berperan dalam memperlancar kasus yang menjerat Syahrial dan pihak lain dengan memanipulasi proses hukum agar tidak berlanjut. Di sidang vonis yang digelar pada Januari 2022, Robin dijatuhi hukuman 11 tahun penjara serta kewajiban mengembalikan uang kepada negara.
3. Kasus Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam Pemenangan Kasus di Mahkamah Agung
Kasus yang melibatkan Sudrajad Dimyati sebagai hakim agung MA pada tahun 2022 ini menarik perhatian publik. Dimulai dari penangkapan staf MA dan seorang pengacara oleh KPK, kasus tersebut akhirnya menjerat Sudrajad Dimyati terkait suap dalam perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana serta perkara sengketa tanah. Dalam persidangan, ia divonis dengan hukuman 8 tahun penjara oleh PN Bandung, yang kemudian dikurangi menjadi 7 tahun setelah banding.
Fenomena makelar kasus di Indonesia ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi oleh sistem hukum nasional. Praktik seperti ini memperlemah kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan mendorong desakan untuk adanya reformasi di tubuh lembaga hukum demi memastikan integritas dan keadilan dalam proses hukum.