Nama adalah bagian penting dari identitas manusia, mencerminkan budaya, harapan, dan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat. Sejak zaman purba, pemberian nama telah menjadi praktik yang signifikan, dengan nama-nama awal seperti “Kushim” di Mesopotamia menjadi salah satu yang tercatat dalam sejarah. Nama sering kali dianggap sebagai doa atau harapan dari orang tua untuk anak-anak mereka, mencerminkan karakter atau sifat yang diinginkan.
Beberapa faktor mempengaruhi perubahan ini. Pertama, globalisasi membawa pengaruh budaya luar yang membuat masyarakat lebih terbuka terhadap nama-nama asing. Kedua, kemajuan teknologi informasi memungkinkan orang untuk lebih mudah mengakses berbagai pilihan nama dari berbagai budaya. Ketiga, perubahan sosial dan politik juga berperan dalam mempengaruhi cara orang berpikir tentang identitas dan makna di balik nama
Di Banda Aceh misalnya, terdapat 84 warganya yang mengajukan pergantian nama selama 2024 melalui layanan sidang keliling Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Banda Aceh bekerja sama dengan Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.
Kepala Disdukcapil Banda Aceh, Emila Sovayana, di Banda Aceh, Jumat, menjelaskan permohonan pergantian nama diajukan atas berbagai alasan, seperti sering sakit-sakitan, makna nama yang kurang baik, atau ketidaksesuaian nama dengan dokumen kependudukan lainnya.
Dengan demikian, fenomena pergantian nama di Banda Aceh mencerminkan dinamika masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya identitas dan makna di balik nama, serta menunjukkan bagaimana individu berusaha untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan sesuai dengan harapan mereka.