Aborsi merupakan isu yang kerap menjadi perdebatan di ranah hukum, medis, dan etika. Di Indonesia, aborsi umumnya dilarang kecuali dalam kondisi tertentu, seperti darurat medis atau kehamilan akibat kekerasan seksual. Hal ini diatur dalam Pasal 87 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menggantikan UU No. 36 Tahun 2009. Namun, dalam praktiknya, tenaga medis sering menghadapi dilema antara kewajiban hukum, etika profesi, dan kebutuhan pasien. Artikel ini mengkaji dilema tersebut melalui perspektif hukum terbaru.
Landasan Hukum dan Etika
1. Hukum di Indonesia
Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 mengatur ketentuan aborsi dalam situasi darurat medis atau kehamilan akibat kekerasan seksual. Prosedur ini harus memenuhi beberapa syarat:
Dilakukan oleh tenaga medis berkompeten.
Berdasarkan indikasi medis yang sah dan mendesak.
Memiliki persetujuan pasien (atau wali dalam kasus tertentu).
Dilaksanakan dengan prosedur yang aman dan sesuai standar medis.
2. Etika Medis
Prinsip-prinsip etika yang relevan dalam kasus aborsi darurat meliputi:
Otonomi: Menghormati hak pasien untuk mengambil keputusan.
Beneficence: Memprioritaskan kebaikan pasien.
Non-maleficence: Menghindari bahaya bagi pasien.
Justice: Menjamin keadilan dalam pemberian layanan medis.
3. Perspektif Agama dan Budaya
Dalam Islam, aborsi diizinkan jika nyawa ibu terancam, sementara agama lain dan norma budaya sering kali memengaruhi pengambilan keputusan medis.
Dilema Hukum dan Etika
Dalam kasus darurat medis, dilema muncul ketika:
Hak ibu dan janin berbenturan: UU No. 17 Tahun 2023 memprioritaskan keselamatan ibu, tetapi masyarakat sering kali menuntut perlindungan janin.
Ketiadaan pemahaman hukum: Banyak tenaga medis belum sepenuhnya memahami perubahan aturan.
Stigma masyarakat: Aborsi masih dianggap tabu, bahkan dalam kasus darurat.
Studi Kasus
Kasus Hipotetis:
Seorang pasien berusia 30 tahun mengalami kehamilan akibat kekerasan seksual. Tes medis menunjukkan komplikasi yang mengancam nyawa pasien jika kehamilan dilanjutkan. Dokter memutuskan untuk melakukan aborsi sesuai Pasal 87 UU No. 17 Tahun 2023. Namun, keluarga pasien menolak tindakan tersebut karena alasan agama.
Analisis:
Hukum: Dokter dilindungi oleh UU No. 17 Tahun 2023 karena aborsi dilakukan berdasarkan indikasi medis yang mendesak.
Etika: Keputusan dokter sesuai dengan prinsip beneficence dan non-maleficence, tetapi konflik muncul dengan prinsip otonomi jika keluarga memaksakan pandangan mereka.
Rekomendasi
1. Penguatan Pedoman Hukum dan Etika
Pemerintah perlu menyediakan pedoman teknis yang lebih rinci terkait pelaksanaan aborsi darurat medis untuk menghindari kebingungan di lapangan.
2. Edukasi Publik
Edukasi masyarakat tentang hukum dan etika aborsi perlu dilakukan untuk mengurangi stigma sosial terhadap aborsi dalam kasus darurat medis.
3. Pelatihan Tenaga Medis
Tenaga medis harus dilatih untuk memahami hukum terbaru dan mengaplikasikan prinsip etika dalam pengambilan keputusan terkait aborsi.
Kesimpulan
Dilema hukum dan etika dalam kasus aborsi darurat medis tetap menjadi tantangan besar di Indonesia. Dengan diterapkannya UU No. 17 Tahun 2023, diharapkan tenaga medis memiliki pedoman yang lebih jelas untuk melindungi pasien dan menjalankan tugas mereka dengan aman, bermutu, dan sesuai standar hukum.
Referensi
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan.
3. Prinsip Etika Medis dari World Medical Association.