Indonesia dan Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan penting untuk menyelesaikan negosiasi terkait tarif impor resiprokal yang diberlakukan AS terhadap produk-produk ekspor Indonesia dalam waktu 60 hari ke depan. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, setelah pertemuan delegasi kedua negara di Washington DC, Kamis (17/4/2025) waktu setempat.
Kesepakatan ini mencakup persetujuan kerangka acuan atau framework yang akan menjadi dasar perundingan lebih lanjut. Dalam kerangka tersebut, kedua negara sepakat membahas kemitraan perdagangan dan investasi, kemitraan di sektor mineral penting (critical minerals), serta penguatan ketahanan rantai pasok yang strategis bagi kedua pihak.
Langkah ini diambil sebagai respons cepat atas kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump, yang menaikkan tarif impor produk Indonesia hingga 32 persen, dengan tambahan tarif 10 persen yang mulai berlaku awal April 2025. Dengan demikian, tarif total yang dikenakan bisa mencapai 47 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan tarif yang dikenakan pada negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand.
Kebijakan tarif tinggi ini berdampak signifikan pada daya saing ekspor Indonesia, terutama untuk produk unggulan seperti garmen, tekstil dan sebagainya. Para pembeli di AS bahkan meminta agar beban tambahan tarif ini dapat dinegosiasikan ulang agar tidak sepenuhnya dibebankan kepada eksportir Indonesia.
Dalam perundingan, pemerintah Indonesia menyampaikan sejumlah proposal untuk meredakan ketegangan perdagangan. Salah satunya adalah peningkatan impor produk dari AS seperti minyak mentah dan bensin, sebagai bagian dari upaya menciptakan keseimbangan perdagangan dan investasi antara kedua negara.
Airlangga menegaskan bahwa proses negosiasi akan dilanjutkan dalam satu hingga tiga putaran pertemuan selama 60 hari ke depan. Pemerintah optimis bahwa dalam jangka waktu tersebut, kesepakatan final berupa format perjanjian resmi dapat tercapai dan disetujui oleh kedua negara.
Kesepakatan ini juga mencerminkan komitmen kedua negara untuk memperkuat kemitraan strategis yang tidak hanya terbatas pada perdagangan, tetapi juga investasi dan pengembangan sektor mineral penting, yang menjadi perhatian global dalam konteks ketahanan rantai pasok dan geopolitik.
Pemerintah Indonesia berharap perundingan ini dapat mengembalikan tarif impor ke tingkat yang lebih kompetitif dan mengurangi beban tambahan yang selama ini dirasakan oleh eksportir nasional. Hal ini dianggap penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekspor Indonesia ke pasar AS.
Dengan kesepakatan penyelesaian negosiasi dalam 60 hari, Indonesia dan AS menunjukkan sikap pragmatis dan responsif terhadap dinamika perdagangan global yang terus berubah. Keberhasilan perundingan ini diharapkan dapat menjadi contoh kerja sama bilateral yang konstruktif dan saling menguntungkan di masa depan.
Sumber