Dalam era digital, perbankan semakin memudahkan nasabah untuk bertransaksi. Namun, kemajuan teknologi juga diikuti oleh meningkatnya risiko kejahatan siber, termasuk kasus pembobolan rekening nasabah. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana bank bertanggung jawab jika rekening nasabah dibobol oleh pihak yang tidak bertanggung jawab?
Perlindungan Nasabah dalam Regulasi Perbankan
Bank memiliki kewajiban hukum untuk melindungi dana nasabah. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa bank wajib menjaga kerahasiaan data serta dana nasabah. Selain itu, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kewenangan kepada OJK untuk mengawasi praktik perbankan agar tetap aman bagi konsumen.
Lebih lanjut, POJK No. 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan menegaskan bahwa bank bertanggung jawab atas keamanan sistemnya, termasuk dalam pencegahan kerugian akibat tindak kejahatan siber.
Tanggung Jawab Bank terhadap Nasabah
Secara prinsip, bank berkewajiban untuk:
• Menjamin keamanan sistem perbankan digital, termasuk mobile banking dan internet banking.
• Memberikan ganti rugi kepada nasabah jika kerugian terjadi akibat kelalaian bank, seperti lemahnya sistem pengamanan atau kegagalan mendeteksi transaksi mencurigakan.
• Memberikan informasi yang transparan mengenai mekanisme perlindungan, tata cara pengaduan, dan penyelesaian sengketa jika terjadi masalah.
Jika pembobolan rekening terjadi karena nasabah lalai (misalnya membocorkan PIN, OTP, atau password), maka tanggung jawab tidak sepenuhnya berada di pihak bank. Namun, jika pembobolan disebabkan oleh lemahnya sistem keamanan bank, maka bank wajib menanggung kerugian nasabah.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Nasabah yang menjadi korban dapat melaporkan kasus pembobolan rekening melalui mekanisme pengaduan bank. Jika tidak tercapai penyelesaian, nasabah dapat melanjutkan ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) atau menggugat bank melalui jalur perdata. Dalam kasus tertentu, aspek pidana juga bisa menjerat pelaku pembobolan sesuai dengan UU ITE (UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016).
Kasus Nyata dan Tantangan
Beberapa tahun terakhir, publik dihebohkan dengan kasus rekening nasabah yang raib akibat skimming, phishing, maupun SIM swap fraud. Dalam sejumlah kasus, bank diminta untuk bertanggung jawab karena dianggap lalai dalam menjaga sistem keamanan. Meski begitu, masih ada perdebatan hukum mengenai batas tanggung jawab bank dan kelalaian nasabah.
Pembobolan rekening nasabah merupakan ancaman serius bagi dunia perbankan. Hukum di Indonesia sudah memberikan landasan yang jelas bahwa bank wajib melindungi dana dan data nasabah, serta menanggung kerugian apabila terjadi karena kelalaiannya. Oleh karena itu, bank dituntut untuk terus memperkuat sistem keamanan, sementara nasabah juga harus meningkatkan kewaspadaan agar kasus serupa tidak terulang. Kolaborasi antara regulasi, pengawasan, dan edukasi nasabah menjadi kunci dalam mewujudkan perbankan yang aman dan terpercaya.