Perusahaan teknologi asal Korea Selatan, LG Energy Solution, kini tengah meninjau kembali skema investasinya di Indonesia setelah pemerintah memperbarui kebijakan terkait batas kepemilikan asing dalam sektor strategis. Perubahan regulasi ini memicu kekhawatiran terkait kelanjutan proyek investasi jumbo LG senilai USD 9,8 miliar atau setara Rp154 triliun dalam pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik di Tanah Air.
Investasi LG tersebut mencakup pembangunan pabrik pembuatan sel baterai, fasilitas pengolahan bahan baku nikel, hingga pusat riset dan pengembangan (R&D) di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Proyek ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah Indonesia dalam membangun industri kendaraan listrik terintegrasi dari hulu ke hilir.
Namun, pembaruan terhadap Positive Investment List yang dilakukan oleh Kementerian Investasi/BKPM pada awal tahun ini memperketat batas maksimum kepemilikan asing di beberapa sektor, termasuk industri baterai dan pengolahan sumber daya mineral strategis. Berdasarkan aturan terbaru, investasi asing di sektor ini dibatasi maksimal 70%, kecuali dalam kerja sama dengan BUMN atau BUMD, yang dapat membuka peluang kepemilikan lebih besar melalui skema kemitraan.
Deputi Bidang Investasi Strategis BKPM, Andrianto Wibowo, menjelaskan bahwa pembatasan ini bertujuan untuk memastikan keterlibatan pelaku usaha nasional dalam proyek-proyek strategis, serta untuk menjaga kontrol atas pengelolaan sumber daya kritikal Indonesia. “Kami mendukung investasi asing, namun prinsip kedaulatan ekonomi tetap dijunjung tinggi,” ujarnya.
Menanggapi regulasi ini, LG menyatakan tetap berkomitmen terhadap proyeknya di Indonesia dan tengah menjajaki opsi restrukturisasi, termasuk kemungkinan memperluas kerja sama dengan mitra lokal atau BUMN seperti PT Indonesia Battery Corporation (IBC). “Kami yakin dapat menemukan solusi kolaboratif yang memenuhi kepentingan semua pihak,” ungkap juru bicara LG Energy Solution.
Pakar hukum investasi dari Universitas Indonesia, Prof. Ratna Dewi, menilai bahwa kasus LG ini bisa menjadi preseden penting dalam menilai efektivitas kebijakan investasi pemerintah. “Pemerintah harus menjamin kepastian hukum dan transisi yang adil agar tidak menimbulkan efek jera bagi investor asing lainnya,” jelasnya.
Dengan nilai investasi mendekati USD 10 miliar, proyek LG menjadi salah satu investasi asing langsung (FDI) terbesar di sektor teknologi tinggi di Indonesia, dan dipandang sebagai barometer kepercayaan investor global terhadap iklim investasi nasional.