Putar Lagu di Tempat Umum Harus Bayar Royalti? Ini Aturan Royalti yang Jadi Sorotan

lt614aced961943

Indonesia kembali diramaikan dengan polemik royalti lagu yang menyita perhatian berbagai pihak, mulai dari musisi, pelaku usaha kafe dan restoran, hingga masyarakat luas. Isu ini memunculkan perdebatan sengit terkait kewajiban pembayaran royalti ketika lagu diputar di ruang publik, serta keadilan dalam distribusi royalti bagi pencipta lagu.

Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar lagu di ruang publik atau ruang usaha seperti restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak cipta lagu tersebut.

Ketentuan ini berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan streaming musik seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa layanan streaming bersifat personal untuk penggunaan pribadi. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, hal ini dikategorikan sebagai penggunaan komersial sehingga memerlukan lisensi tambahan.

Untuk itu, pembayaran royalti dilakukan melalui mekanisme resmi yang dikelola oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti secara transparan dan adil kepada para pencipta dan pemilik hak terkait.

Pembayaran royalti berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 ini memperhitungkan klasifikasi usaha dan luas ruang pemutaran musik. LMKN juga mengatur mekanisme keringanan atau pembebasan tarif bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sesuai dengan ukuran ruang usaha dan tingkat pemanfaatan musik.

Kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah penetapan tersangka terhadap bos restoran Mie Gacoan Bali atas dugaan pelanggaran hak cipta karena tidak membayar royalti untuk pemutaran lagu secara komersial sejak 2022. Kasus ini menyadarkan banyak pelaku usaha dan menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Sebagian pelaku usaha merasa terbeban oleh kewajiban ini, sementara sebagian lain mendukung sebagai bentuk penghargaan terhadap karya musisi.

Beberapa pelaku usaha pun mulai mengganti pemutaran lagu berlisensi dengan suara alam seperti kicauan burung atau suara ombak untuk menghindari risiko hukum.

Pemerintah juga menegaskan bahwa tujuan dari kebijakan ini bukan sekadar untuk menambah pemasukan negara, melainkan memberi kepastian hukum dan memastikan para pencipta musik mendapatkan hak ekonominya secara adil.

Sementara itu, beberapa musisi besar seperti Ahmad Dhani (Dewa 19), Uan Kaisar (Juicy Luicy), Rhoma Irama, Charly Van Houten, memilih memberikan izin gratis bagi kafe dan restoran untuk memutar lagu-lagu mereka tanpa harus membayar royalti. Contohnya, Ahmad Dhani mengizinkan lagu-lagu Dewa 19 diputar gratis asalkan pengelola mengirim permintaan langsung. Uan Kaisar menyatakan lagu Juicy Luicy boleh dibawakan di kafe tanpa perlu ribet membayar royalti. Rhoma Irama dan Charly Van Houten juga membebaskan lagu-lagu mereka untuk dinyanyikan tanpa bayar royalti. 

Sumber :
https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel-berita/mempelajari-kewajiban-bayar-royalti-untuk-bisnis-non-musik?kategori=pengumuman

https://www.tempo.co/ekonomi/viral-isu-musik-di-acara-pernikahan-kena-royalti-ini-penjelasannya-2057957

https://news.detik.com/berita/d-8059949/polemik-royalti-musik-legislator-anggap-wajar-pencipta-lagu-dapat-imbalan

https://www.detik.com/pop/music/d-8049004/daftar-musisi-gratiskan-lagunya-dipakai-di-kafe

Artikel Terkait

Rekomendasi