Sekelompok massa yang terdiri dari para petani, masyarakat adat, dan berbagai kelompok aktivis yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Kawal Masyarakat Adat (Gerak Massa) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 11 Oktober. Tujuan utama aksi ini adalah mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Masyarakat Adat. Massa aksi, yang membawa berbagai poster dan alat peraga, berasal dari setidaknya 21 aliansi dan organisasi, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Aksi tersebut dimulai dengan longmarch dari kawasan Gelora Bung Karno (GBK) menuju Gedung DPR. Selain mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat, para demonstran juga menuntut dua hal penting lainnya, yakni agar hak-hak masyarakat adat dihormati oleh negara dan agar semua masyarakat adat yang dikriminalisasi karena mempertahankan wilayah adat mereka segera dibebaskan.
Pada akhir aksi, naskah akademik draf RUU Masyarakat Adat diserahkan kepada perwakilan anggota DPR oleh Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi. Dua anggota DPR dari Fraksi PKB, yakni Daniel Johan dan Maman Imanul Haq, menemui massa di depan gedung. Daniel Johan menegaskan pentingnya memasukkan RUU Masyarakat Adat ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai upaya menjaga dan melestarikan adat istiadat leluhur. Ia juga menekankan bahwa masyarakat adat memegang peran penting dalam kehidupan bangsa, dan bahwa mereka yang menolak RUU ini akan ‘kualat’. Daniel berjanji untuk terus mendorong agar RUU Masyarakat Adat bisa segera disahkan.
RUU Masyarakat Adat sebelumnya telah masuk dalam Prolegnas 2024-2029, bersama dengan dua RUU lainnya, yaitu RUU Perampasan Aset dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Setelah aksi di depan Gedung DPR, massa aksi berencana melanjutkan aksi serupa di depan Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, menyatakan bahwa sebanyak 1.758 personel gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI, dan instansi terkait dikerahkan untuk mengamankan aksi tersebut. Susatyo juga menegaskan bahwa pengamanan dilakukan dengan pendekatan persuasif dan mengutamakan negosiasi, tanpa membawa senjata api, serta mengedepankan penghormatan terhadap hak massa untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum.
Secara hukum, unjuk rasa yang digelar oleh Gerak Massa memiliki dasar kuat dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat. Selain itu, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum memberikan landasan legal bagi masyarakat untuk berdemonstrasi selama dilakukan secara damai, sesuai dengan prosedur, dan tidak mengganggu ketertiban umum.
Terkait RUU Masyarakat Adat, proses legislasi di DPR harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menetapkan prosedur penyusunan dan pembahasan RUU hingga menjadi undang-undang. RUU ini penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam yang telah lama menjadi sumber konflik antara masyarakat adat dan pihak-pihak yang ingin mengeksploitasi lahan adat untuk kepentingan komersial.
Jika RUU ini disahkan, pemerintah diwajibkan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak masyarakat adat sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, selama proses legislasi berlangsung, permasalahan yang sering muncul adalah kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan wilayah dan hak-haknya. Dalam hal ini, penegakan hukum harus memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan yang berujung pada penangkapan atau penahanan yang tidak adil terhadap masyarakat adat. Mereka berhak mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Secara keseluruhan, aksi ini menekankan pentingnya pengesahan RUU Masyarakat Adat agar hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi secara legal, sekaligus mencegah tindakan kriminalisasi yang seringkali mereka alami dalam upaya mempertahankan tanah dan wilayah adat. Penegakan hukum yang konsisten dan adil sangat diperlukan dalam kasus-kasus yang melibatkan konflik antara masyarakat adat dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan ekonomi di wilayah tersebut.