Yang Boleh Beracara di Pengadilan Selain Advokat

Screenshot_20250915_110710_Chrome

Selama ini, profesi advokat dikenal sebagai pihak yang memiliki kewenangan penuh untuk mewakili klien beracara di pengadilan. Hal ini memang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang memberikan hak eksklusif kepada advokat untuk memberikan jasa hukum, termasuk litigasi di pengadilan. Namun, bukan berarti hanya advokat yang boleh tampil di persidangan. Dalam kondisi tertentu, hukum Indonesia membuka ruang bagi pihak selain advokat untuk beracara.

Pihak yang Boleh Beracara di Pengadilan Selain Advokat

• Pencari Keadilan yang Beracara Sendiri

• Setiap orang yang menjadi pihak dalam perkara berhak membela dirinya sendiri di pengadilan tanpa menggunakan jasa advokat. Hal ini berlaku baik dalam perkara perdata maupun pidana, meski dalam praktiknya pengadilan sering menyarankan untuk didampingi advokat agar proses hukum berjalan optimal.

• Kuasa Insidentil

• Berdasarkan Pasal 123 HIR dan Pasal 147 RBg, pihak yang berperkara dapat menunjuk kerabat dekat (misalnya orang tua, suami/istri, anak, atau saudara kandung) untuk menjadi kuasa hukumnya. Namun, kuasa insidentil ini harus mendapatkan izin khusus dari hakim, dan hanya berlaku untuk satu perkara tertentu, bukan berulang kali.

• Jaksa Pengacara Negara (JPN)

• Dalam perkara perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dapat mewakili kepentingan negara atau pemerintah sebagai pengacara negara. Dasar hukumnya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Peran JPN ini menjadi pengecualian penting di luar advokat dalam proses litigasi.

• Konsultan Kekayaan Intelektual dan Praktisi Pajak (dalam forum khusus)

• Pada Pengadilan Niaga, khususnya perkara kekayaan intelektual, terdapat praktik di mana konsultan HKI terdaftar dapat mendampingi klien.

• Begitu juga dalam Pengadilan Pajak, kuasa hukum dapat berasal dari konsultan pajak yang terdaftar resmi sesuai UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

• Paralegal dalam Kasus Tertentu

• Walaupun paralegal umumnya tidak boleh beracara di pengadilan, Permenkumham No. 1 Tahun 2018 memberikan ruang terbatas bagi paralegal yang terdaftar di lembaga bantuan hukum terakreditasi untuk mendampingi perkara ringan (tipiring), terutama bagi masyarakat miskin. Meski demikian, kewenangan ini tetap terbatas dan tidak menyamakan paralegal dengan advokat.

Meskipun advokat memiliki peran utama dalam litigasi, hukum Indonesia tetap memberikan peluang terbatas bagi pihak selain advokat untuk beracara di pengadilan. Kehadiran kuasa insidentil, JPN, konsultan pajak, hingga paralegal di kasus tertentu menunjukkan bahwa akses terhadap keadilan harus dibuka seluas-luasnya. Namun, demi efektivitas dan profesionalitas, advokat tetap menjadi profesi utama yang diakui dalam sistem peradilan.

Artikel Terkait

Rekomendasi