Ditulis oleh Mhd Rizky Andana Saragih, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum USU
Praktik pencucian uang (TPPU) memerlukan analisis transaksi keuangan yang mencurigakan oleh sebuah instansi khusus. Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), yang menurut ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ditetapkan sebagai “lembaga independen” yang dibentuk untuk mencegah dan memberantas TPPU. Dengan demikian PPATK bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki wewenang melakukan analisis laporan transaksi keuangan mencurigakan.
UU No.8/2010 juga mengatur fungsi PPATK dalam menganalisis data keuangan (misalnya Pasal 5) dan kewenangannya untuk menangguhkan transaksi hingga 5+15 hari jika diperlukan. Di banyak negara lain, terdapat pula FIU (Financial Inteligent Unit) yang berfungsi sebagai pusat analisis transaksi mencurigakan dan penghubung ke aparat penegak hukum, sehingga penggolongan model FIU secara internasional menjadi penting.
FIU secara umum dibedakan ke dalam empat model utama menurut standar Egmont Group: (1) Administrative FIU, (2) Law Enforcement FIU, (3) Prosecutor/Judicial FIU, dan (4) Hybrid FIU Setiap model menunjukkan struktur kelembagaan dan mekanisme analisis yang berbeda dalam menindaklanjuti indikasi TPPU. Berikut penjabarannya:
1. Administrative FIU
Atau yang dikenali sebagai model administratif menempatkan FIU sebagai lembaga sentralisasi administratif yang independen, namun terpisah dari penegak hukum. FIU model ini berfokus pada analisis dan filtrasi intelijen keuangan. Semisal, pihak perbankan dan lembaga keuangan wajib melaporkan transaksi mencurigakan (Suspicious Transaction Report) kepada FIU. FIU kemudian melakukan analisis keuangan atas laporan tersebut dan mendistribusikan hasil analisis kepada aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi TPPU. Dengan demikian FIU bersifat “penyangga” (buffer) antara komunitas keuangan dan penegak hukum, menjaga agar tugas analisis tidak langsung terkait dengan penyidikan kriminal.
Mekanisme dan wewenang: Dalam model administratif, FIU tidak memiliki kewenangan penyidikan langsung seperti penyitaan atau penahanan, tetapi bisa meminta keterangan tambahan, membekukan transaksi sementara, dan meneruskan hasil analisis ke polisi atau kejaksaan. Misalnya, FIU Italia (UIF) bisa menangguhkan transaksi mencurigakan hingga lima hari atas permintaan aparat atau atas inisiatif sendiri. Setelah analisis internal, FIU hanya mengalirkan informasi kepada instansi penyidik untuk proses hukum selanjutnya.
Contoh negara dan payung hukum: Model ini banyak digunakan di negara-negara maju. Contohnya, Italia mendirikan UIF (Unità di Informazione Finanziaria) sebagai lembaga administratif independen dalam skema legislative decree No.231/2007. UIF berada di bawah naungan Bank Sentral Italia (Banca d’Italia) dan diakui secara internasional memiliki “autonomi operasional” serta tugas pemantauan keuangan terfokus. Demikian pula, Amerika Serikat (FinCEN) dan Kanada (FINTRAC) mengadopsi model serupa, berada di bawah departemen keuangan masing-masing tetapi bersifat independen dalam pelaksanaan fungsi.
Posisi administratif ini dipilih agar analisis keuangan dapat berjalan netral dan bebas dari intervensi politik atau penyidikan kriminal awal.Beberapa negara menempatkan FIU administratif di bawah bank sentral (misalnya Italia), di bawah presiden/menteri (contoh: Malaysia FIU di Bank Negara Malaysia), atau sebagai lembaga independen langsung sesuai kebutuhan struktural sistem pemerintahan mereka.
2. Law Enforcement FIU
Model penegakan hukum menempatkan FIU dalam jajaran aparat penegakan hukum atau intelijen. Dalam sistem ini, FIU berada di bawah kepolisian, bea-cukai, atau badan intelijen, sehingga kewenangan analisis dilengkapi kemampuan penyidikan. Analisis transaksi tetap menjadi tugas utama FIU, tetapi karena berada dalam entitas penegak hukum, hasilnya langsung dapat ditindaklanjuti dengan operasi kepolisian seperti penggeledahan, penyitaan aset, atau pendalaman penyidikan. Ini mempercepat penanggulangan TPPU, karena FIU dan penyidik bernaung dalam struktur yang sama. Misalnya, Inggris Raya menempatkan UKFIU sebagai bagian dari Badan Kejahatan Nasional (National Crime Agency), dan Singapura mengelola Suspicious Transaction Reporting Office (STRO) di bawah kepolisian sehingga memudahkan koordinasi penyelidikan.
Mekanisme dan wewenang: FIU model ini menerima laporan yang sama (STR) tetapi dapat berkolaborasi langsung dengan penyidik. Karena posisinya di dalam lembaga penegak hukum, FIU model ini lebih cepat mengambil tindakan kepolisian seperti pelacakan aset atau pencegahan transaksi mencurigakan. Namun, kelemahannya, pelapor mungkin ragu melapor karena instansi ini dianggap “negara” secara langsung.
Contoh negara dan payung hukum: Contoh FIU model penegakan hukum adalah JFIU Hong Kong. JFIU dibentuk berdasarkan Undang-Undang Organized and Serious Crimes Ordinance (OSCO) Cap.455 dan DTROP Cap.405 (pasal 25A). Unit ini dijalankan bersama oleh petugas Kepolisian Hong Kong dan Bea Cukai, sehingga sepenuhnya beroperasi sebagai ekstensi aparat penegak hukum. JFIU menerima, menganalisis, dan menyebarkan hasil ke lembaga penegak hukum domestik maupun FIU asing. Demikian pula, beberapa negara Eropa seperti Inggris (UKFIU) dan Asia seperti Singapura (STRO) menggunakan model ini. Landasan model ini adalah memadukan analisis intelijen dengan kewenangan operasional, sesuai kebutuhan negara-negara dengan sumber daya penegakan kuat.
3. Judicial/Prosecutorial FIU
Model yudisial atau prosekutor meletakkan FIU dalam ranah kejaksaan atau lembaga peradilan. Dalam model ini, FIU bukan hanya analis data, tetapi secara teknis bagian dari sistem peradilan. Data transaksi mencurigakan langsung dianalisis sebagai bagian dari proses penegakan hukum, dan FIU memiliki kewenangan untuk menyita aset, membekukan rekening, maupun menerbitkan surat perintah di bawah pengawasan pengadilan. Kelebihan model ini adalah kemerdekaan politik yang tinggi karena terlepas dari eksekutif, namun informasinya kurang mudah disampaikan ke pihak non-yudisial.
Mekanisme dan wewenang: FIU yudisial menerima STR dan segera meneruskannya ke kejaksaan. Karena berada di bawah kejaksaan, FIU dapat meminta pengadilan mengeluarkan perintah penyitaan atau penyidikan lebih lanjut. Mereka menjalankan analisis dengan cakupan yang sama (pemantauan, filtering, analisis risiko), namun tingkat aksi hukumnya berbasis putusan pengadilan.
Contoh negara dan payung hukum: Model ini terbilang langka. Salah satu contoh adalah Norwegia, di mana FIU ( dikenal sebagai Arbeidsgruppen för analys av ekonomisk kriminalitet – EFE) digabung dengan otoritas penuntutan kejahatan ekonomi (ØKOKRIM). Dengan demikian FIU Norwegia dinilai sebagai model hibrida-yudisial (atau law enforcement/judicial), karena berada dalam institusi kejaksaan-polisional. Begitu pula, beberapa negara Eropa Timur pernah mencoba model serupa, meski sering kali mengubahnya karena sulitnya kolaborasi lintas otoritas. Prinsip umum model ini adalah memadukan analisis FIU dengan kuasa peradilan, meski kerap menghadapi keterbatasan dalam membagi informasi lintas lembaga.
4. Hybrid FIU
Model hybrid memadukan elemen dari dua atau lebih model di atas. FIU jenis ini berfungsi sebagai “jembatan” antara analisis administratif dan otoritas penegakan/pengadilan. Misalnya, sebuah FIU hybrid bisa berada di bawah badan administratif tetapi memiliki akses langsung ke penegak hukum. Dengan demikian, FIU hybrid berusaha mengambil “kebaikan” dari model administratif (kenetralan) dan model penegakan (efisiensi tindak lanjut).
Mekanisme dan wewenang: Mekanisme hybrid bervariasi. Ada negara yang awalnya mengelola FIU secara administratif, namun memberi FIU wewenang terbatas untuk turut memproses penyidikan. Sebaliknya, ada pula FIU yang berbasis penegakan hukum tetapi bekerja sangat dekat dengan regulator keuangan. Intinya, pada model ini data keuangan dianalisis oleh entitas yang memiliki fleksibilitas tinggi – misalnya dapat berkoordinasi dengan jaksa sekaligus regulator – demi efektivitas besar dalam mencegah TPPU.
Contoh negara dan payung hukum: Hybrid banyak digunakan di negara yang kompleks, misalnya sistem multi-lembaga. Contohnya, Denmark, Jersey, Guernsey, dan Norwegia. Sebagai contoh, FIU Denmark dibentuk dalam Badan Penuntutan Kriminalitas Ekonomi Serius yang menggabungkan analis FIU dengan jaksa/penyidik senior – sehingga tim FIU memiliki akses analitis sekaligus kekuatan penyidikan. Regulasi Anti Money Laundering Denmark (Pengehvidvaskloven) menetapkan kerjasama erat antara lembaga intelijen keuangan dan aparat penegak hukum. Namun, karena beragamnya susunan kelembagaan, aspek tumpang tindih kewenangan sering dihindari dengan pembagian tugas yang jelas. Model hibrid dipilih untuk mengambil manfaat dari keunggulan model administratif (netralitas) sekaligus keunggulan model penegakan hukum (kewenangan investigasi).
FIU di Indonesia – PPATK dan Modelnya
Berdasarkan kerangka di atas, PPATK Indonesia jelas termasuk model administratif. Pasal 1 ayat (2) UU No.8/2010 menegaskan bahwa PPATK adalah lembaga independen untuk mencegah TPPU. Dalam praktiknya, PPATK beroperasi mandiri, melakukan analisis intelijen keuangan, dan hanya meneruskan hasilnya ke aparat penyidik (Polri, Kejaksaan) jika ditemukan unsur pidana. PPATK juga diberi wewenang menangguhkan transaksi selama lima hari (yang dapat diperpanjang) dalam Pasal 65-66 UU 8/2010. Dalam hal ini, organisasi PPATK diatur lewat Perpres (misalnya Perpres No.48/2012) yang menyatakan PPATK “bersifat independen dan bebas dari campur tangan … bertanggung jawab kepada Presiden”. Model administratif dipilih Indonesia untuk menjaga bahwa analisis keuangan dapat berjalan objektif tanpa intervensi aparat penegak atau politik. Sebagaimana dinyatakan oleh Bank of Italy untuk UIF Italia, model ini menjamin tugas analisis keuangan “terpisah dari analisis investigatif”, memperkuat fungsi pencegahan dan filter FIU. Alasan serupa berlaku di Indonesia: dengan PPATK independen, para penyedia jasa keuangan lebih percaya untuk melapor, dan proses analisis dapat fokus penuh pada pendeteksian pola-pola mencurigakan tanpa tekanan penyidik atau eksekutif.
Kesimpulannya, meski semua model FIU bertujuan sama (mengolah pengetahuan terkait transaksi mencurigakan), bentuk kelembagaan dan kewenangan operasinya berbeda-beda. Indonesia melalui PPATK mengadopsi model administratif sesuai UU No.8/2010 karena dianggap paling cocok untuk menjaga netralitas analisis keuangan dan efektivitas pencegahan pencucian uang. Faktor inilah yang melandasi alasan negara kita memilih sistem FIU seperti saat ini.