Pertanyaan mengenai apakah advokat boleh menolak klien kerap muncul dalam praktik hukum sehari-hari.
Masyarakat sering beranggapan bahwa advokat wajib menerima semua perkara tanpa kecuali, padahal kenyataannya profesi ini diikat oleh aturan hukum, kode etik, dan tanggung jawab profesional.
Menolak klien bukanlah bentuk diskriminasi semata, melainkan bisa menjadi keharusan jika alasan penolakannya sah dan sesuai norma hukum.
Dasar Hukum dan Etika Profesi
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwa advokat adalah profesi yang bebas, mandiri, dan memiliki tanggung jawab dalam menegakkan hukum serta keadilan. Kebebasan tersebut termasuk hak untuk menerima atau menolak perkara, selama keputusan itu didasarkan pada pertimbangan hukum dan etika, bukan kepentingan pribadi semata. Selain itu, Kode Etik Advokat Indonesia memberikan pedoman kapan seorang advokat harus menolak atau bahkan mengundurkan diri dari suatu perkara.
Alasan yang Membolehkan Advokat Menolak Klien
Seorang advokat dapat menolak memberikan jasa hukum apabila:
- Terjadi konflik kepentingan dengan pihak lain yang sudah lebih dulu menjadi klien.
- Perkara yang diajukan tidak memiliki dasar hukum atau dimaksudkan untuk menghalalkan praktik melawan hukum.
- Klien meminta advokat melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum atau etika profesi.
- Advokat merasa tidak memiliki kompetensi khusus atau kapasitas untuk menangani perkara tertentu sehingga berisiko merugikan klien.
Dalam situasi tersebut, menolak justru menjadi bentuk tanggung jawab agar tidak merugikan pencari keadilan maupun mencederai integritas profesi.
Prosedur Penolakan yang Profesional
Menolak klien bukan berarti memutus komunikasi secara kasar. Advokat idealnya memberikan alasan singkat yang wajar, mengembalikan dokumen yang telah diberikan, dan jika memungkinkan, menyarankan klien untuk mencari bantuan hukum lain. Penolakan yang dilakukan dengan cara profesional akan tetap menjaga nama baik advokat serta kepercayaan masyarakat terhadap profesi hukum.
Risiko Jika Salah Melangkah
Advokat yang menolak klien tanpa alasan yang jelas atau bersifat diskriminatif berpotensi dilaporkan ke Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Sebaliknya, menerima perkara yang jelas-jelas bermuatan pelanggaran hukum atau konflik kepentingan juga dapat berujung pada sanksi etik hingga pencabutan izin praktik. Oleh sebab itu, keseimbangan antara hak menolak dan kewajiban profesional harus selalu diperhatikan.
Advokat bukan sekadar penyedia jasa hukum, melainkan profesi yang memiliki tanggung jawab moral, etis, dan hukum. Menolak klien sah-sah saja dilakukan, selama penolakan tersebut dilandasi alasan yang benar dan disampaikan secara profesional. Dengan begitu, advokat tetap menjaga martabat profesinya, melindungi kepentingan hukum klien, sekaligus menegakkan keadilan.