Pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, mengajak masyarakat untuk tidak hanya melihat kearifan lokal sebagai sekadar warisan budaya. Menurutnya, kearifan lokal merupakan elemen penting yang harus diintegrasikan ke dalam sistem hukum dan kebijakan negara. Hal ini disampaikan Fahri dalam pidato ilmiahnya bertema “Menjaga Kearifan Lokal dalam Berkonstitusi” pada acara wisuda Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (Unikama) di Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Fahri menegaskan bahwa keberadaan negara sangat penting dalam memelihara dan mempertahankan eksistensi kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah hasil akumulasi pengetahuan masyarakat yang terjalin erat dengan alam dan budaya setempat. Sifatnya yang dinamis memungkinkan kearifan lokal ini untuk terus berkembang sejalan dengan perubahan zaman.
Dalam pandangan Fahri, kearifan lokal dapat dihubungkan dengan konsep “jiwa-bangsa” yang dikemukakan oleh Friedrich Carl von Savigny. Konsep ini menekankan bahwa hukum seharusnya muncul dari adat istiadat dan berkembang secara alami, bukan sebagai produk yang dipaksakan oleh otoritas tertentu. Fahri menekankan bahwa nilai-nilai luhur dari kearifan lokal memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengisi jiwa konstitusi Indonesia. Ia menggarisbawahi bahwa Pancasila, yang diusulkan oleh Presiden Soekarno, mengandung nilai-nilai gotong royong yang merupakan dasar kehidupan masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut, Fahri menjelaskan bahwa Pancasila merupakan konkretisasi dari kearifan lokal yang mengutamakan prinsip kebersamaan dan saling membantu. Nilai-nilai ini sangat kental dalam budaya Indonesia, mencerminkan bagaimana masyarakat lokal mengelola hubungan antaranggota dalam komunitasnya. Sebagai ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang (PBB), Fahri menekankan bahwa secara yuridis, memelihara dan melestarikan lingkungan adalah suatu keharusan.
Ia menambahkan bahwa negara juga mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisional mereka selama nilai-nilai tersebut masih relevan dan sejalan dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 18B ayat (2), yang menegaskan pentingnya menjaga kearifan lokal dalam konteks konstitusi. Dengan demikian, integrasi kearifan lokal dalam hukum dan kebijakan tidak hanya penting untuk keberlanjutan budaya, tetapi juga untuk memperkuat identitas bangsa di tengah globalisasi yang semakin pesat.