Baru-baru ini publik dikejutkan oleh fenomena unik: bendera bajak laut dari anime One Piece berkibar berdampingan dengan Sang Merah Putih dalam perayaan kemerdekaan Indonesia. Dalam salah satu foto yang viral, bendera dengan simbol tengkorak berjerami khas karakter Luffy dikibarkan bersama simbol negara, bahkan dalam konteks yang sangat sakral seperti peringatan Hari Kemerdekaan.
Banyak yang menyebut ini sebagai wujud fandom, sebagian menyebutnya candaan, dan tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai bentuk penghinaan terhadap negara. Namun, mari kita pertanyakan lebih dalam: apakah ini hanya sekadar hiburan? Atau sebenarnya ekspresi dari kekecewaan kolektif yang mulai disuarakan dalam bentuk-bentuk simbolik?
Generasi muda memilih simbol bukan tanpa alasan. Mereka tidak lagi menempelkan poster Bung Karno di dinding kamar mereka, melainkan memilih karakter fiksi seperti Monkey D. Luffy seorang bajak laut pemberontak, antikorupsi, pejuang keadilan dalam semesta imajinatif. Dalam konteks One Piece, Luffy adalah tokoh yang melawan ketidakadilan sistemik, otoritas yang represif, dan memperjuangkan kebebasan hakiki.
Lalu, jika simbol seperti itu dikibarkan di atas tiang bendera pada hari kemerdekaan, bukan kah itu pesan tersirat? Sebuah bentuk “teriakan diam” dari generasi yang merasa bahwa nilai-nilai kemerdekaan, keadilan sosial, dan kepemimpinan ideal kini tak lagi mereka temukan dalam realitas bangsa?
Apakah mereka sedang berkata: “Kami tidak lagi percaya pada simbol negara, karena simbol itu telah kehilangan maknanya.”
Kita tentu tidak bisa serta-merta menuduh mereka sebagai pengkhianat bangsa. Banyak dari anak muda yang melakukan aksi ini tidak bermaksud menghina, namun ingin menyuarakan apa yang tak dapat mereka ucapkan langsung: rasa kecewa, frustasi, bahkan ketidakpercayaan terhadap institusi, kepemimpinan, dan narasi kebangsaan yang menurut mereka semakin jauh dari kenyataan.
Ketika bendera Merah Putih hanya dikaitkan dengan seremoni tahunan dan bukan keseharian hidup yang layak, wajar jika simbol alternatif seperti bendera One Piece menjadi lebih dekat dengan hati mereka. Karena di dunia One Piece, keadilan tidak bisa dibeli, kekuasaan dikritik, dan rakyat biasa bisa menjadi pahlawan.
Apakah Ini Pelanggaran? Ya. Tapi Juga Tanda Tanya Besar
Secara hukum, tentu tindakan ini melanggar UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, khususnya Pasal 24 dan Pasal 66. Mengibarkan simbol lain berdampingan atau setara dengan Bendera Negara dalam konteks kenegaraan adalah bentuk yang tidak dibenarkan, baik secara hukum maupun etika kebangsaan.
Namun, sebelum kita buru-buru menghukum atau membakar semangat nasionalisme mereka, kita harus bertanya: kenapa mereka melakukannya? Apa yang membuat mereka merasa Merah Putih saja tidak cukup untuk melambangkan harapan?
Banyak anak muda merasa bahwa negara hadir hanya sebagai penjaga aturan, bukan pelayan harapan. Di saat mereka menyaksikan korupsi merajalela, keadilan tebang pilih, harga-harga naik tanpa kendali, pendidikan mahal, dan kesempatan kerja sempit, mereka bertanya dalam hati: Apa arti kemerdekaan bagi kami? Apakah kemerdekaan hanya milik mereka yang punya koneksi, jabatan, dan harta?
Dalam konteks itu, memilih mengibarkan bendera bajak laut bisa saja menjadi kritik tajam. Mereka mungkin tidak tahu cara menulis artikel opini, tidak berani berorasi di jalanan, tapi mereka bisa mengekspresikannya lewat simbol yang mereka pahami dan cintai.
Negara Harus Mendengar, Bukan Marah
Pemerintah dan masyarakat tidak bisa hanya marah. Ini bukan hanya soal pelanggaran simbolik, tapi soal komunikasi yang gagal antara negara dan generasi penerusnya. Fenomena ini adalah sinyal darurat: nasionalisme generasi muda sedang goyah. Dan goyahnya bukan karena budaya asing, melainkan karena hampa makna yang terus dibiarkan.
Kita butuh lebih dari sekadar upacara dan pidato. Kita perlu narasi yang jujur, teladan yang hidup, dan simbol yang benar-benar mewakili harapan. Merah Putih akan selalu sakral, tetapi kesakralannya akan luntur bila tidak dihidupi dalam kenyataan yang adil dan setara.
Apakah pengibaran bendera One Piece sejajar Merah Putih adalah bentuk kekecewaan? Mungkin iya. Mungkin itu adalah pesan paling jujur yang bisa diberikan oleh generasi yang merasa tidak didengar. Tugas kita bukan hanya menghukum, tetapi memahami lalu memperbaiki. Karena saat simbol negara mulai ditinggalkan, itu bukan kesalahan rakyat, tapi alarm keras bahwa negara telah abai.
Sebelum kita sibuk melabeli mereka tak nasionalis, lebih baik kita bertanya:
Apakah kita sudah cukup memberi alasan agar mereka bangga menjadi bagian dari republik ini?