Denpasar, Bali – Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melaporkan aksi teror berupa pengiriman bangkai kepala babi ke kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali. Insiden tersebut terjadi pada Jumat, 6 Juni 2025, saat dua paket berisi kepala babi membusuk tiba di tempat tinggal mahasiswa Papua di Denpasar. Paket-paket itu ditujukan kepada dua aktivis AMP, Wemison Enembe dan Yuberthinus Gobay, dengan label paket bertuliskan judul buku “Papua Bergerak”, yang ternyata tidak berisi buku melainkan kepala babi. Dugaan kuat menyebut pengiriman tersebut berkaitan dengan aktivitas mahasiswa yang tengah menyusun penerbitan buku kritis mengenai isu Papua.
Sekretaris AMP, Yuno Tagi, mengatakan bahwa paket dikirim melalui layanan ojek daring dan dikirim ke dua alamat berbeda di wilayah Denpasar. Saat dibuka, para penerima dikejutkan oleh bau busuk menyengat dari kepala babi yang masih dilumuri tanah. Mahasiswa lalu mendokumentasikan isi paket tersebut dalam bentuk foto dan video sebagai bukti sebelum membuangnya ke tempat sampah. AMP kemudian menyelidiki nomor pengirim yang tertera di paket dan menemukan adanya dugaan keterkaitan dengan kelompok masyarakat adat di Bali. Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa aksi ini merupakan bentuk intimidasi yang direncanakan terhadap kegiatan aktivisme mahasiswa Papua.
LBH Bali menyampaikan kecaman keras atas insiden ini dan mendesak Komnas HAM serta Kementerian Hukum dan HAM untuk segera turun tangan mengusut tuntas kasus tersebut. Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi, menilai peristiwa ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan tekanan psikologis yang sangat serius. Menurutnya, kejadian ini menjadi indikator menurunnya kualitas demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. LBH Bali juga menuntut aparat kepolisian segera menindaklanjuti kasus ini secara hukum agar pelakunya tidak lolos dari pertanggungjawaban.
Aliansi Mahasiswa Papua menegaskan bahwa aksi teror ini tidak akan menyurutkan perjuangan mereka. Ketua AMP, Jeno Dogomo, menyampaikan bahwa intimidasi semacam ini justru akan memperkuat tekad mereka dalam memperjuangkan isu pelanggaran HAM dan situasi kemanusiaan di Papua. Mereka juga meminta negara dan aparat penegak hukum menjamin perlindungan terhadap kebebasan berbicara dan berekspresi bagi mahasiswa Papua di luar daerah. AMP menyerukan solidaritas dari masyarakat nasional maupun internasional agar turut memperhatikan berbagai bentuk ancaman dan tekanan yang mereka alami.
Kasus pengiriman kepala babi ini memperpanjang daftar insiden intimidasi yang dialami mahasiswa Papua di luar wilayah asalnya. Aksi semacam itu tidak hanya bermuatan penghinaan, tetapi juga menjadi simbol ancaman yang berpotensi mengganggu kondisi mental para korban. Situasi ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap hak-hak sipil, terutama dalam konteks kebebasan akademik dan hak berekspresi. Pemerintah pusat dan aparat hukum diminta untuk segera bertindak tegas guna menghentikan segala bentuk teror terhadap kelompok minoritas. Penanganan yang cepat dan tegas diharapkan dapat menciptakan rasa aman dan kebebasan berekspresi yang lebih baik bagi mahasiswa Papua di masa depan.