Sinergi Antar Lembaga Pemerintah Pasca UU 61/2024

UU 61/2024 juga mengubah Pasal 25 yang mengatur hubungan fungsional antara kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), lembaga nonstruktural, dan lembaga pemerintah lainnya. Perubahan ini menekankan pentingnya sinergi sebagai satu sistem pemerintahan yang utuh.

Pasal ini menegaskan bahwa lembaga-lembaga tersebut harus bekerja secara sinergis dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh terkotak-kotak berdasarkan struktur kelembagaan, tetapi harus bersifat integratif.

Presiden juga diberi kewenangan untuk mengatur hubungan koordinasi, penempatan lembaga, dan tanggung jawab masing-masing. Artinya, Presiden dapat menentukan apakah suatu lembaga berada di bawah menteri atau langsung di bawah Presiden.

Dalam praktiknya, perubahan ini dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, menghindari tumpang tindih kewenangan, dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program nasional. Terutama dalam situasi krisis atau darurat, sinergi ini menjadi sangat vital.

Namun, implementasi Pasal 25 menuntut sistem koordinasi yang jelas dan tidak tumpang tindih. Dibutuhkan mekanisme pengawasan yang ketat agar perubahan struktur tidak mengganggu stabilitas lembaga yang telah berjalan efektif.

Selain itu, pemerintah harus menyusun peta jalan kelembagaan yang memetakan fungsi, koordinasi, dan pertanggungjawaban antar lembaga. Hal ini penting agar tidak menimbulkan kebingungan di lapangan atau perebutan kewenangan.

Perubahan ini juga menunjukkan pentingnya pendekatan sistemik dalam tata kelola pemerintahan. Kementerian dan lembaga tidak boleh bekerja sendiri-sendiri, tetapi harus berkolaborasi dalam satu visi pembangunan nasional yang terpadu.

Artikel Terkait

Rekomendasi