Mengenal Konsep Dwifungsi ABRI Dan Dampaknya

Author PhotoZean Via Aulia Hakim
16 Mar 2025
WhatsApp Image 2025-03-16 at 21.47.51

Dwifungsi ABRI adalah konsep yang diterapkan di Indonesia, terutama selama masa Orde Baru (1966-1998), yang menyatakan bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) memiliki dua fungsi utama: sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan serta sebagai kekuatan sosial-politik. Konsep ini pertama kali digagas oleh Abdul Haris Nasution pada tahun 1958, dengan tujuan untuk mengintegrasikan peran militer dalam kehidupan politik dan sosial Negara

Konsep dwifungsi ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan untuk menjaga stabilitas nasional pasca-perang kemerdekaan dan selama berbagai krisis politik. Dalam praktiknya, ABRI tidak hanya berperan dalam bidang militer, tetapi juga terlibat aktif dalam pemerintahan dan pengambilan keputusan politik. Banyak tokoh militer menduduki posisi strategis dalam pemerintahan, termasuk sebagai menteri dan gubernur, yang membuat mereka berperan dalam pengaturan kebijakan Negara

Penolakan terhadap dwifungsi ABRI muncul karena beberapa alasan yanitu 

Dominasi Militer: Selama Orde Baru, dominasi ABRI dalam kehidupan sosial-politik menciptakan ketidakadilan dan mengurangi ruang bagi partisipasi masyarakat sipil. Banyak orang merasa bahwa keterlibatan militer dalam politik mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia dan represi terhadap oposisi

Kekuasaan yang Terpusat: ABRI sering dianggap sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Soeharto dan Golkar, sehingga menghalangi proses demokrasi. Hal ini memicu gerakan pro-demokrasi yang menuntut pemisahan antara militer dan politik

Reformasi dan Perubahan Sosial: Setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, masyarakat Indonesia berkomitmen untuk melakukan reformasi yang bertujuan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dan membatasi peran militer dalam politik. Banyak yang percaya bahwa kembalinya dwifungsi ABRI akan merusak kemajuan demokrasi yang telah dicapai

Secara keseluruhan, penolakan terhadap dwifungsi ABRI mencerminkan keinginan masyarakat untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih demokratis dan transparan, di mana militer tidak lagi memiliki pengaruh besar dalam urusan politik negara.Dampak jangka panjang dari dwifungsi ABRI terhadap demokrasi di Indonesia sangat signifikan dan kompleks. Berikut adalah beberapa poin utama yang mencerminkan dampak tersebut:

Dominasi Militer dalam Politik: Dwifungsi ABRI memberikan legitimasi bagi militer untuk terlibat secara aktif dalam politik, yang mengakibatkan dominasi ABRI dalam pengambilan keputusan politik. Hal ini mengurangi ruang bagi partai politik sipil dan menghambat perkembangan demokrasi yang sehat.

Pembatasan Ruang Gerak Sipil: Keterlibatan militer dalam berbagai aspek pemerintahan menyebabkan terbatasnya kebebasan berekspresi dan partisipasi politik masyarakat. Banyak keputusan penting diambil tanpa melibatkan masyarakat sipil, yang berujung pada kurangnya kedaulatan rakyat dalam menentukan arah politik negara.

Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Keterlibatan militer dalam pemerintahan juga berkontribusi pada maraknya praktik korupsi. Ketika militer memiliki kekuasaan politik, mereka sering kali menggunakan posisi tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang merugikan masyarakat luas.

Pengaruh Terhadap Reformasi: Meskipun era reformasi setelah 1998 berusaha mengurangi peran militer dalam politik, warisan dwifungsi ABRI masih terasa. Beberapa wacana dan kebijakan terkini menunjukkan adanya upaya untuk kembali menguatkan posisi militer dalam pemerintahan, yang dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan

Keterbatasan Demokrasi: Secara keseluruhan, dwifungsi ABRI telah menciptakan kondisi di mana demokrasi di Indonesia berjalan dengan banyak kendala. Masyarakat sering kali merasa terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan, dan ini dapat menimbulkan ketidakpuasan serta potensi konflik sosial di masa depan.

Dengan demikian, dampak jangka panjang dari dwifungsi ABRI terhadap demokrasi di Indonesia mencakup pengurangan ruang bagi partisipasi sipil, peningkatan korupsi, serta tantangan terhadap upaya reformasi dan pemulihan sistem demokratis yang lebih sehat.

Artikel Terkait

Rekomendasi