Kusyanto seorang pria yang sehari-hari mencari bekicot di wilayah Grobogan, Jawa Tengah, harus mengalami kejadian pahit dalam hidupnya. Ia menjadi korban salah tangkap dan intimidasi oleh sejumlah orang, termasuk oknum polisi, yang menuduhnya melakukan pencurian. Peristiwa ini bermula ketika Kusyanto sedang beristirahat di pinggir sungai usai mencari bekicot. Tiba-tiba, ia dihampiri oleh sekitar lima orang yang langsung menuduhnya mencuri pompa air tanpa basa-basi. Kusyanto, yang bingung dan terkejut, berusaha membela diri dan menjelaskan bahwa ia hanya seorang pencari bekicot.
Namun, penjelasan Kusyanto tidak digubris oleh orang-orang tersebut. Tanpa memperlihatkan identitas atau memberikan kesempatan untuk menjelaskan, mereka langsung menuduh Kusyanto mencuri diesel atau pompa air. Kusyanto kemudian dibawa ke sebuah desa lain, yang lokasinya cukup jauh dari tempat ia ditangkap. Selama perjalanan tersebut, Kusyanto mengaku mengalami tindakan kekerasan fisik dari para penangkapnya. Ia dipukuli di bagian badan dan kepala sambil terus dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya.
Penderitaan Kusyanto semakin bertambah ketika ia diinterogasi oleh seorang polisi bernama Aipda IR. Interogasi tersebut dilakukan dengan cara yang sangat kasar dan intimidatif. Aipda IR membentak-bentak Kusyanto, bahkan mencekiknya agar ia mengakui tuduhan pencurian tersebut. Tindakan tidak profesional Aipda IR ini direkam oleh warga yang menyaksikan kejadian tersebut, dan kemudian videonya menjadi viral di media sosial. Hal ini memicu kemarahan publik dan menuntut adanya tindakan tegas terhadap oknum polisi tersebut.
Setelah mengalami penyiksaan dan intimidasi, Kusyanto akhirnya dibawa ke Polsek Geyer. Di sana, ia menjalani pemeriksaan lebih lanjut terkait tuduhan pencurian tersebut. Namun, setelah melalui serangkaian penyelidikan, terungkap fakta bahwa Kusyanto tidak bersalah. Ia terbukti hanya seorang pencari bekicot yang sedang mencari nafkah untuk keluarganya. Kusyanto kemudian dibebaskan dari tahanan, namun trauma akibat perlakuan yang dialaminya tentu saja membekas dalam dirinya.
Kasus salah tangkap dan intimidasi yang dialami Kusyanto ini langsung mendapatkan perhatian serius dari pihak kepolisian. Kapolres Grobogan, AKBP Dedy Anung Kurniawan, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi internal terkait kejadian tersebut. Hasilnya, Aipda IR terbukti melakukan pelanggaran berupa salah tangkap dan interogasi yang berlebihan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Aipda IR dijatuhi hukuman berupa penempatan khusus (patsus).
Selain itu, Propam Polri dan Itwasum juga turut turun tangan untuk memeriksa oknum polisi yang terlibat dalam kasus ini. Hal ini menunjukkan keseriusan Polri dalam menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran dan menjaga citra institusi. Kapolres Grobogan juga telah menemui Kusyanto untuk menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh anggotanya. Ia berjanji akan memberikan sanksi tegas kepada oknum polisi yang terbukti bersalah agar kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan upaya untuk meredam kemarahan publik, pihak kepolisian Polres Grobogan mendatangi Kusyanto untuk meminta maaf secara langsung. Selain itu, mereka juga mengajak Kusyanto untuk berdamai dan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Pihak kepolisian juga meminta Kusyanto untuk menandatangani surat kesepakatan damai, yang isinya antara lain adalah Kusyanto tidak akan menuntut secara hukum atas kejadian yang menimpanya. Namun, hal ini justru menimbulkan pertanyaan, apakah perdamaian ini dilakukan secara sukarela atau ada unsur paksaan di dalamnya.
Kasus yang menimpa Kusyanto ini menjadi pelajaran berharga bagi aparat kepolisian untuk lebih berhati-hati dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Tindakan main hakim sendiri dan melakukan kekerasan terhadap warga sipil tidak dibenarkan, apalagi jika dilakukan oleh aparat penegak hukum. Polisi seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, bukan justru menjadi sumber ketakutan dan intimidasi. Masyarakat berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali dan polisi dapat meningkatkan kualitas pelayanan serta profesionalismenya dalam menjalankan tugas.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi yang beredar di media sosial. Sebelum menyebarkan atau menghakimi seseorang, sebaiknya mencari tahu kebenaran informasinya terlebih dahulu. Jangan sampai kita ikut menyebarkan hoaks atau fitnah yang dapat merugikan orang lain. Masyarakat juga diharapkan untuk lebih berani melaporkan segala bentuk tindakan kekerasan atau intimidasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Hal ini penting agar keadilan dapat ditegakkan dan tidak ada lagi korban salah tangkap atau perlakuan semena-mena dari aparat.
Kusyanto, yang kini telah kembali ke keluarganya, berharap agar kasus yang menimpanya dapat segera diselesaikan secara adil dan transparan. Ia juga berharap agar oknum polisi yang terlibat dalam kasus ini dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya. Kusyanto ingin agar kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, khususnya aparat kepolisian, agar lebih berhati-hati dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Ia juga berharap agar masyarakat dapat lebih bersatu dan saling membantu agar tidak ada lagi orang yang menjadi korban ketidakadilan.