portalhukumid
Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri memanggil Budi Arie Setiadi, yang kini menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM, pada Kamis, 19 Desember 2024. Pemanggilan ini terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemblokiran situs judi online selama masa jabatannya sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), kini berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi Digital, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Wakil Kepala Kortas Tipikor, Brigjen Arief Adiharsa, mengonfirmasi pemanggilan Budi Arie. Namun, saat pemeriksaan berlangsung, Budi tidak terlihat saat tiba di markas besar Polri. Hingga kini, Polri belum memberikan rincian lebih lanjut terkait kasus dugaan korupsi tersebut. Meski demikian, diketahui bahwa kasus ini berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang sejumlah pegawai Kementerian Komunikasi Digital dalam praktik judi online. Sebelumnya, 11 pegawai telah dinonaktifkan dan ditahan atas dugaan keterlibatan mereka.
Pada kesempatan sebelumnya, tepatnya Rabu, 6 Desember 2024, Budi Arie menyatakan kesiapannya untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus judi online tersebut. Saat itu, ia menegaskan komitmennya untuk mendukung proses hukum yang sedang berjalan. “Saya fokus mengurus koperasi, mendukung penegakan hukum, dan serius memberantas judi online,” ujarnya saat ditemui di Istana Kepresidenan, sebagaimana dilansir dari detikcom.
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, terutama setelah penyidik Polri menetapkan sejumlah tersangka dan menyita uang miliaran rupiah yang diduga hasil dari kegiatan ilegal tersebut. Menteri Komunikasi Digital saat ini, Meutya Hafid, juga telah mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan pegawai yang terlibat. Tindakan ini dianggap sebagai upaya membersihkan institusi dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik pemerintah.
Pemanggilan Budi Arie oleh Kortas Tipikor menunjukkan keseriusan Polri dalam mengusut tuntas kasus yang memiliki dampak besar terhadap kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Penanganan kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera sekaligus mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan yang melibatkan wewenang pejabat negara.
