Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang berlangsung hari ini. Setelah pengesahan tersebut, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangan pemerintah. Dalam sambutannya, Sjafrie menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat yang telah berkontribusi dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Sjafrie secara khusus mengapresiasi peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang turut memberikan masukan dan koreksi terhadap isi RUU TNI. Menurutnya, keterlibatan masyarakat sipil dalam proses perumusan undang-undang ini menunjukkan semangat demokrasi dan kebersamaan dalam menjaga stabilitas nasional. Ia menegaskan bahwa semangat tersebut sejalan dengan prinsip dasar TNI sebagai institusi pertahanan negara yang bertanggung jawab dalam menjaga persatuan bangsa.
Dalam kesempatan tersebut, Sjafrie juga menyerukan pentingnya solidaritas nasional. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan menjalin hubungan harmonis demi menghadapi berbagai tantangan bangsa ke depan. Menurutnya, persatuan dan kebersamaan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap keputusan strategis yang diambil dalam bidang pertahanan dapat berjalan dengan baik dan berdampak positif bagi masyarakat luas.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, dalam laporannya di hadapan sidang paripurna menjelaskan bahwa DPR telah mengadakan serangkaian diskusi dan rapat dengan berbagai kelompok masyarakat dalam proses pembahasan RUU TNI. Namun, meskipun telah melibatkan sejumlah elemen publik, polemik terkait pengesahan undang-undang ini tetap mencuat.
Di berbagai daerah, sejumlah kelompok masyarakat sipil masih menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI. Sejak dini hari, sekelompok massa aksi mendirikan tenda di depan Gerbang Pancasila, kompleks DPR, sebagai bentuk protes terhadap pengesahan undang-undang tersebut. Mereka bahkan menyatakan tekad untuk memblokir akses masuk ke gedung parlemen guna menghambat jalannya sidang paripurna.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan juga menggelar aksi protes di sekitar gedung DPR. Demonstrasi serupa juga berlangsung secara serentak di berbagai daerah di Indonesia sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap revisi UU TNI.
Para pengunjuk rasa menilai bahwa proses pembahasan revisi UU TNI dilakukan secara terburu-buru dan kurang melibatkan partisipasi publik secara memadai. Mereka khawatir bahwa revisi ini dapat membuka peluang bagi anggota TNI untuk menduduki jabatan sipil, yang bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, mereka menuntut agar TNI tetap menjalankan peran profesionalnya di dalam barak dan tidak masuk ke ranah pemerintahan sipil.
Meskipun terjadi penolakan di berbagai kalangan, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan proses legislasi hingga akhirnya RUU TNI resmi disahkan. Ke depan, pro dan kontra mengenai implikasi dari revisi ini kemungkinan masih akan terus bergulir, terutama terkait dampaknya terhadap hubungan sipil-militer di Indonesia.