Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih penyelesaian penyelesaian kepemilikan pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Keputusan akhir Presiden akan diumumkan minggu depan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menegaskan bahwa Presiden akan mengendalikan sepenuhnya proses penyelesaian penyelesaian tersebut.
Empat pulau yang diperebutkan antara Aceh dan Sumatera Utara adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menyatakan bahwa ia akan terus mempertahankan keempat pulau tersebut, mengklaim memiliki bukti kuat bahwa pulau-pulau tersebut berada di bawah kewenangannya. Ia menegaskan bahwa kekacauan ini dimulai setelah Kementerian Dalam Negeri memutuskan bahwa keempat pulau tersebut termasuk di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, membantah telah mencaplok keempat pulau yang awalnya berada di Provinsi Aceh. Ia menekankan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau melepaskan suatu wilayah tanpa keputusan dari pemerintah pusat.
Di sisi lain, puluhan nelayan di Kabupaten Aceh Singkil menggelar protes dan menegaskan akan memperjuangkan keempat pulau tersebut. Mereka meminta Presiden Prabowo untuk mencopot Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang dianggap telah menyebabkan kekacauan. Para nelayan menyatakan bahwa wilayah tersebut merupakan sumber kehidupan dan mata pencaharian mereka.
Dari Aceh Singkil, dilaporkan bahwa keempat pulau yang diperebutkan memiliki potensi kandungan minyak dan gas. Badan Pengelola Minyak dan Gas Aceh menyatakan bahwa salah satu dari enam sumur yang diteliti mengandung gas. Namun hingga saat ini, belum ada data seismik yang cukup untuk mendukung proses evaluasi potensi minyak dan gas secara komprehensif.
Kementerian Dalam Negeri juga akan segera meninjau penempatan keempat pulau tersebut di wilayah Sumatera Utara. Peninjauan ini akan dilakukan pada Selasa, 17 Juni, dengan fokus pada data yang tidak hanya bersifat geografis, tetapi juga historis dan kultural. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan pentingnya membuka dialog untuk mendapatkan data dan fakta yang akurat.
Sementara itu, mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla mengingatkan bahwa status keempat pulau tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 dan dalam kesepakatan Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Ia menegaskan bahwa hukum lebih tinggi daripada keputusan menteri, sehingga sulit untuk mengubah keputusan tersebut.
Titin Umairah, S.H














