Polemik Utang Rp116 Triliun Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Pemerintah Cari Skema Pembayaran Tanpa APBN

Pemerintah-tegaskan-utang-proyek-Kereta-Cepat-Jakarta-Bandung-tidak-ditanggung-APBN

Jakarta – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tengah menghadapi polemik besar terkait utang yang mencapai Rp116 triliun. Pemerintah saat ini sedang mencari skema terbaik untuk menyelesaikan beban utang tersebut, tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan kepada Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa, dan CEO PT Danantara Rosan Roeslani untuk menghitung ulang detail proyek dan opsi mencari penyelesaian, termasuk perpanjangan masa pinjaman.

Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa sebelumnya menyatakan bahwa Danantara harus mengelola utang tersebut sendiri, mengingat perusahaan tersebut memiliki dividen tahunan hingga Rp80 triliun atau lebih. Ia mengeluarkan izin antara swasta dan pemerintah, di mana jika enak swasta, maka swasta yang bertanggung jawab, bukan pemerintah.

Dalam diskusi di program “Apa Kabar Indonesia Malam”, pengamat ekonomi Sunarsip menjelaskan bahwa utang ini berasal dari pinjaman bank Cina, dan solusi utama adalah rekonstruksi utang melalui perpanjangan tenor atau perubahan skema pembayaran. Ia menekankan pentingnya keterlibatan konsorsium Cina (40% saham) dan pemberi pinjaman untuk bertanggung jawab bersama, karena analisis kelayakan awal juga melibatkan bank. Sunarsip juga memperingatkan bahwa jika tidak diselesaikan, ini dapat mempengaruhi citra investasi Indonesia.

Pengamat kebijakan publik Artur Subroto melihat polemik ini sebagai kebijakan berani pemerintah untuk mengadopsi teknologi Cina, meskipun perhitungan bisnisnya tidak mudah. Ia menyarankan perluasan rute ke Surabaya untuk meningkatkan nilai ekonomi, seperti pengembangan logistik dan wisata, serta mendorong efisiensi BUMN. Namun, ia mengakui risiko yang tinggi dan perlunya mitigasi.

Anggota Komisi 6 DPR RI Fernando Ganinduto mengatakan DPR telah mengetahui masalah ini sejak awal tahun dan akan melakukan audit untuk mencegah masalah serupa di proyek lain. Ia menegaskan bahwa KCJB adalah bisnis to business (B2B) antara BUMN Indonesia (60%) dan Cina (40%), bukan Government to Government (G2G), sehingga APBN tidak boleh digunakan. DPR berharap proyek ini bisa diperpanjang hingga Surabaya, meskipun fokus saat ini adalah menyelesaikan masalah Jakarta-Bandung terlebih dahulu, termasuk meningkatkan penjualan tiket (saat ini 50%) dan pengembangan Transit Oriented Development (TOD).

Artikel Terkait

Rekomendasi