Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, memaparkan berbagai tantangan yang akan dihadapi oleh Kementerian Hukum di masa mendatang. Salah satu tantangan utama yang disoroti adalah penyusunan sejumlah undang-undang penting. Disebutkan bahwa pada tahun 2025, kementerian ini harus mempersiapkan beberapa undang-undang sebagai tindak lanjut dari implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal tersebut menjadi prioritas, mengingat KUHP baru akan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Eddy setelah acara penyambutan di Kementerian Hukum yang bertempat di Graha Pengayoman, Jakarta Selatan, pada Senin, 21 Oktober 2024.
Dalam penjelasannya, Eddy menambahkan bahwa tidak hanya undang-undang, namun juga beberapa peraturan presiden perlu segera dirumuskan. Ia menekankan pentingnya pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai salah satu prioritas utama di tahun 2025. Hal ini dikarenakan KUHP baru yang akan diterapkan memerlukan peraturan yang jelas mengenai prosedur hukum pidana nasional. Penyusunan undang-undang ini menjadi langkah penting untuk memastikan pelaksanaan KUHP berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Eddy, yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kabinet Indonesia Maju, turut menjelaskan bagaimana fokus Kementerian Hukum akan berubah setelah adanya pemisahan dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Ia menyoroti tiga aspek utama yang akan menjadi fokus Kementerian Hukum, yaitu perundang-undangan, administrasi hukum umum, serta kekayaan intelektual. Perubahan ini diharapkan mampu meningkatkan efektivitas kinerja kementerian dalam bidang-bidang tersebut.
Selain itu, Eddy menjelaskan perbedaan mendasar antara Kementerian Hukum dan Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan. Menurutnya, pembentukan hukum menjadi tanggung jawab utama Kementerian Hukum, dengan adanya Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), dan Badan Kebijakan Strategis sebagai komponen utama. Sementara itu, penegakan hukum berada di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Eddy mengingatkan bahwa Indonesia pernah memiliki pengalaman serupa ketika hukum dipisahkan dari pemasyarakatan, sebelum akhirnya kembali digabung.
Eddy kemudian memuji keputusan Presiden Prabowo yang memisahkan Kementerian Hukum dari Kementerian Hak Asasi Manusia. Menurutnya, langkah tersebut mencerminkan perhatian yang serius dari Presiden dalam memperkuat penegakan hukum di berbagai aspek kehidupan. Pemisahan ini diharapkan akan meningkatkan fokus masing-masing kementerian sehingga lebih efektif dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Acara penyambutan bagi delapan menteri dan wakil menteri baru di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan di Graha Pengayoman, Jakarta Selatan, pada Senin, 21 Oktober 2024. Acara tersebut dihadiri oleh para pejabat tinggi dari Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Kementerian Hukum, Kementerian Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Iring-iringan menteri dan wakil menteri menandai dimulainya acara, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Sekretaris Jenderal Kemenkumham, Nico Afinta, dalam pidato pembukaannya, menyambut kehadiran para menteri dan wakil menteri baru dengan penuh antusias. Ia menyatakan bahwa kehadiran mereka menjadi momentum penting bagi kementerian untuk memperkuat sinergi, kolaborasi, dan koordinasi dalam menjalankan tugas yang telah diamanahkan oleh negara.