Anggota Komisi Hukum DPR RI, Rudianto Lallo, mendorong Mahkamah Agung untuk segera melakukan perbaikan internal setelah penangkapan beberapa hakim dan seorang mantan pejabat yang diduga terlibat dalam kasus suap. Penangkapan ini melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya serta seorang pensiunan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara kontroversial terkait Gregorius Ronald Tannur. Sebagai politisi dari Partai NasDem, Rudianto menyatakan bahwa kejadian ini merupakan peristiwa yang memalukan bagi lembaga peradilan, menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepercayaan publik terhadap sistem pengadilan.
“Jika pengadilan dipenuhi oleh hakim-hakim yang tidak berintegritas, di mana lagi masyarakat dapat mencari keadilan?” kata Rudianto dalam pernyataan tertulisnya pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Empat individu yang terjerat dalam kasus ini termasuk tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya—Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo—yang membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan terhadap Dini Sera. Keputusan ini kemudian diajukan kasasi oleh jaksa penuntut umum sebagai upaya peninjauan ulang. Sementara itu, seorang mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA periode 2017-2022, diduga diminta oleh pengacara Ronald, Lisa Rachmat, untuk memengaruhi hakim agung agar tetap menguatkan putusan bebas di tingkat kasasi.
Dalam dugaan peranannya, Lisa Rachmat disebut menjanjikan uang sebesar Rp 5 miliar kepada para hakim agung, sedangkan Zarof Ricar diduga dijanjikan imbalan sebesar Rp 1 miliar sebagai komisi untuk jasanya. Kasus ini pun berkembang lebih jauh dengan penetapan Lisa Rachmat sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Rudianto Lallo melihat kejadian ini sebagai kesempatan penting bagi Mahkamah Agung untuk melakukan reformasi di berbagai tingkatan, mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga level tertinggi di Mahkamah Agung. Menurutnya, pembenahan menyeluruh harus dilakukan dengan fokus pada pengawasan internal yang ketat dan berjenjang. “Mahkamah Agung perlu mengutamakan pengawasan yang dilakukan secara berjenjang dan melekat, serta memastikan konsistensi dalam setiap pengawasan,” ujarnya.
Sebagai bagian dari rekomendasinya, Rudianto menyarankan agar Badan Pengawasan Mahkamah Agung memperkuat protokol pengawasan dan menjalankan prosedur pengawasan yang lebih ketat. Ia menekankan bahwa peran Badan Pengawasan harus lebih ditingkatkan, tidak hanya untuk mendeteksi kasus-kasus penyimpangan, tetapi juga untuk mencegah praktik suap dan gratifikasi di lingkungan peradilan.
Selain itu, Rudianto menekankan pentingnya kerja sama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam mengawasi perilaku para hakim di semua tingkat pengadilan. Ia menekankan bahwa hakim sebagai “wakil tuhan di dunia” seharusnya menunjukkan integritas dan tanggung jawab moral yang tinggi. “Tetapi, ironisnya, ada hakim yang justru melakukan tindakan tercela dan melanggar hukum,” tambahnya.
Rudianto menggarisbawahi bahwa Mahkamah Agung perlu melakukan “pembersihan” secara menyeluruh guna memastikan tidak ada lagi kasus suap atau gratifikasi yang mencederai kepercayaan publik. Dia menekankan bahwa Ketua Mahkamah Agung memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga integritas seluruh hakim dan aparatur peradilan di bawah kepemimpinannya, agar lembaga peradilan dapat tetap menjadi benteng keadilan yang dapat dipercaya masyarakat.