BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) merupakan instrumen yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, dalam praktiknya, BUMDes juga dapat menimbulkan persoalan apabila tidak mematuhi prinsip tata kelola yang baik dan tidak mempertimbangkan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat setempat. Kasus BUMDes di Desa Tanah Merah, Siak Hulu Kabupaten Kampar, Riau yang membuka usaha air galon isi ulang perlu dianalisis dari segi regulasi yang berlaku dan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap masyarakat.
Analisis Hukum berdasarkan UU Desa, pembentukan BUMDes diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUMDes dan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, serta Pembubaran BUMDes. BUMDes dibentuk untuk memanfaatkan potensi ekonomi lokal, meningkatkan pendapatan desa, dan mendorong kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, BUMDes memiliki kewenangan untuk mengelola unit usaha yang berpotensi memberikan manfaat ekonomi bagi desa. Namun, usaha yang dijalankan oleh BUMDes harus memperhatikan asas transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Kewajiban Pemerintah Desa dan BUMDes dalam pengelolaan usaha. Berdasarkan peraturan di atas, sebelum membuka suatu usaha, BUMDes harus melakukan: Pertama, Kajian Kelayakan Usaha; BUMDes wajib melakukan studi kelayakan untuk menilai potensi keuntungan dan risiko dari usaha yang akan dijalankan, termasuk dampaknya terhadap usaha serupa milik masyarakat. Kedua, melaksakan Musyawarah Desa; Pengambilan keputusan mengenai pembukaan unit usaha baru oleh BUMDes harus melalui musyawarah desa yang melibatkan masyarakat, tokoh adat, dan unsur lainnya. Jika usaha galon tersebut tidak melalui musyawarah atau mendapat penolakan dari masyarakat, maka ini melanggar asas partisipatif dalam pengelolaan BUMDes. Ketiga, mempertimbangan dampak ekonomi, usaha yang dijalankan tidak boleh merugikan pelaku usaha mikro yang sudah ada di masyarakat. Jika usaha galon ini menyebabkan persaingan tidak sehat, maka BUMDes dianggap melanggar asas keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat desa.
Potensi Pelanggaran dan Implikasi Hukum
Apabila BUMDes membuka usaha galon yang ternyata merugikan masyarakat atau menyebabkan usaha serupa di desa mengalami penurunan pendapatan, maka terdapat beberapa potensi pelanggaran hukum: Pertama, pelanggaran terhadap Asas Usaha BUMDes; berdasarkan Pasal 132 PP No. 11/2021, usaha BUMDes harus berbasis pada potensi lokal dan tidak boleh menciptakan monopoli atau persaingan tidak sehat yang merugikan usaha mikro yang ada. Kedua, pelanggaran terhadap Prinsip Tata Kelola Desa: Jika tidak ada musyawarah desa yang dilakukan atau jika keputusan membuka usaha galon diambil secara sepihak tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat, maka ini melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi. Ketiga, persaingan tidak sehat (UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat). Jika BUMDes memanfaatkan sumber daya desa (misalnya air bersih) yang tidak dapat diakses oleh pengusaha lain, hal ini dapat dianggap sebagai praktik monopoli.
Berdasarkan analisis di atas, menurut Lembaga Kebijakan Publik Indonesia (LKpIndonesia); Pemerintah Desa harus segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan pembukaan usaha galon oleh BUMDes. Jika terbukti menimbulkan dampak negatif, usaha ini perlu dihentikan atau dialihkan. Selain itu, Pemerintah Desa perlu mengadakan musyawarah desa dengan melibatkan masyarakat untuk mengevaluasi keputusan ini dan mencari solusi yang lebih adil dan tidak merugikan pihak lain. Jika dua hal ini tidak dilakukan oleh Pemerintah Desa, masyarakat yang merasa dirugikan bisa menempuh jalur hukum atau pendampingan hukum. Masyarakat dapat mengajukan pengaduan kepada pemerintah daerah atau lembaga terkait seperti Dinas Koperasi dan UMKM atau mengupayakan penyelesaian melalui mediasi.
Menilik dan menelusuri terkait fenomena yang terjadi dalam hal pembukaan usaha galon oleh BUMDes Tanah Merah ini. Dapat kita lihat bahwa Pemerintah Desa, pengurus melakukan tindakan tanpa kajian yang matang dan tanpa melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.Tentunya ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip tata kelola BUMDes yang baik dan berpotensi melanggar hukum terkait persaingan usaha. Oleh karena itu, evaluasi segera mungkin perlu dilakukan untuk menghindari konflik dan dampak negatif yang lebih luas serta mencari solusi yang mengedepankan prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama. Semoga!