STY Out, Garuda All Out Tak Berhasil: Federasi Harus All Out

Author PhotoDesi Sommaliagustina
10 Jan 2025
1736155342726

Kabar pemutusan kontrak kerja Shin Tae-yong (STY) dari kursi pelatih tim nasional Indonesia kembali memantik perdebatan panjang di kalangan pecinta sepak bola Tanah Air. Sosok STY yang dianggap berhasil membawa angin segar bagi perkembangan tim nasional dalam beberapa tahun terakhir kini harus meninggalkan posisinya. Pertanyaan besar yang muncul, apakah permasalahan sepak bola Indonesia hanya sebatas pada pelatih? Atau sebenarnya federasi juga harus berbenah secara total?

Tidak dapat disangkal, kedatangan STY sebagai pelatih memberikan warna baru bagi tim nasional. Di bawah kepemimpinannya, timnas menunjukkan peningkatan signifikan, baik dari segi mentalitas, taktik, maupun fisik. Ia berhasil memupuk kepercayaan diri pemain muda Indonesia dan membangun fondasi permainan yang lebih modern. Satu hal yang tetap menjadi masalah adalah ketidakmampuan tim untuk meraih gelar juara di level internasional.

Di sisi lain, kegagalan untuk “All Out” dalam meraih prestasi tidak sepenuhnya bisa disalahkan pada STY. Kompetisi domestik yang tidak kompetitif, infrastruktur yang minim, dan tata kelola federasi yang kerap menjadi sorotan adalah masalah yang lebih mendasar. Sebagai badan pengelola tertinggi sepak bola di Indonesia, federasi memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menciptakan ekosistem sepak bola yang sehat dan kompetitif.

Dalam kerangka hukum olahraga, federasi memiliki kewajiban untuk mengembangkan kompetisi. Kompetisi liga yang profesional dan berjenjang adalah fondasi utama dalam membangun tim nasional yang kuat. Namun, konflik kepentingan, pengelolaan liga yang buruk, hingga jadwal yang tidak konsisten sering menjadi sorotan.

Undang-Undang Keolahragaan No. 3 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa pembinaan usia dini harus menjadi prioritas. Sayangnya, pembinaan ini masih sering terganjal oleh minimnya infrastruktur dan investasi jangka panjang. Federasi harus menjamin transparansi dalam pengelolaan dana, termasuk penggunaan anggaran dari pemerintah maupun sponsor. Kasus-kasus korupsi yang pernah terjadi di federasi sepak bola adalah bukti nyata bahwa pengelolaan sepak bola masih jauh dari kata bersih.

Kegagalan tim nasional bukan hanya soal pelatih atau pemain, tetapi juga cerminan dari tata kelola sepak bola yang tidak maksimal. Jika STY yang sudah membawa perubahan signifikan tetap gagal mencapai target besar, maka sudah saatnya federasi mengevaluasi peran dan tanggung jawabnya.

Kepergian STY seharusnya menjadi momentum bagi federasi untuk introspeksi. Sepak bola Indonesia membutuhkan perubahan sistemik, bukan hanya perubahan pelatih. Jika federasi tidak segera mengambil langkah “All Out” dalam memperbaiki tata kelola, maka mimpi melihat Garuda berprestasi di kancah internasional akan tetap menjadi angan-angan belaka.

Federasi harus sadar, tanggung jawab atas prestasi tim nasional tidak hanya berada di pundak pelatih, tetapi juga pada bagaimana mereka menjalankan tugasnya sebagai pengelola sepak bola nasional. Tanpa perubahan mendasar, sepak bola Indonesia akan terus berada di lingkaran kegagalan yang sama.

Artikel Terkait

Rekomendasi