Hasil rekapitulasi dari pemilihan kepala daerah Pilkada serentak 2024 sudah mulai diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah. Para calon kepala daerah pun memiliki hak untuk mengajukan permohonan sengketa terhadap hasil tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan pantauan pada Daftar Permohonan Perkara Pilkada Serentak Tahun 2024 di laman MK hingga Selasa (10/12/2024) pagi) pukul 07.30 WIB, permohonan PHP Kada yang masuk ke MK sejumlah 200 permohonan yang terdiri dari 1 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur, 162 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan 37 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Wali Kota. Dari 200 permohonan tersebut di atas, sebanyak 102 permohonan diajukan secara daring (online) melalui simpel.mkri.id. Sementara sebanyak 98 permohonan diajukan secara langsung di Gedung MK.
Banyaknya angka permohonan perkara Pilkada yang diajukan ke MK pada tahun 2024 menunjukkan ketidakpercayaan terhadap penyelenggara Pilkada atau memang terdapat faktor lain? Seperti penyelenggaraan pilkada yang melibatkan banyaknya daerah yang melaksanakan kontestasi pemilihan kepala daerah sebanyak 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, atau karena ada harapan bahwa warga negara sebagai peserta Pilkada berupaya memulihkan kemurnian suara Pilkada?
Kenaikkan jumlah angka permohonan yang dilayangkan ke MK menunjukkan bahwa semakin banyak peserta Pilkada yang menyadari adanya kecurangan dalam proses penyelenggaraan Pilkada yang berdampak pada hasil akhir penghitungan suara. Menggugat ke MK itu adalah upaya terakhir untuk memurnikan suara pemilih. Dalam kontestasi tentu saja terdapat persepsi keadilan bagi para peserta Pilkada, Pasangan calon atau tim sukses mungkin merasa tidak puas dengan proses pemilu, seperti dugaan kecurangan, manipulasi data, atau ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Kualitas penyelenggara pemilu seperti seperti logistik yang bermasalah, pelanggaran aturan, atau kurangnya profesionalisme petugas, hal ini dapat menjadi pemicu sengketa yang mendorong lebih banyak pihak untuk membawa sengketa ke ranah hukum khususnya ke Mahkamah Konstitusi.
Sebagai sarana terakhir dalam penyelesaian sengkata Pilkada yang dimohonkan ke MK, angka 200 permohonan bukanlah angka yang sedikit untuk diselesaikan, sehingga ini dapat menjadi evaluasi kedepan bagi penyelenggara pemilu untuk berbenah dalam hal penyelenggaraan, dan pengawasan disetiap tahapan-tahapan sehingga dapat diselesaikan dengan transparan dan rasa keadilan sehingga memberikan rasa kepercayaan kepada publik bahwa penyelenggara pemilu melaksanakan tugas secara profesional dan berorientasi pada keadilan.
Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian sengketa pilkada yang dimohonkan diharapkan mampu menyelesaikan dan memutus dengan pertimbangan hukum yang berkeadilan. Adapun Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo pertanggal 09 Desember 2024 memastikan bahwa tiap-tiap panel hakim yang mengadili perkara sengketa Pilkada 2024 tidak terlibat konflik kepentingan (conflict of interest). Ia menjelaskan, panel diisi oleh hakim konstitusi yang tidak memiliki hubungan kekerabatan atau kepentingan lainnya dengan perkara yang diadili. Selain itu, ia menyebut bahwa jadwal sidang perdana sengketa Pilkada 2024 masih didiskusikan, mengingat masih berkembangnya jumlah permohonan yang didaftarkan. Meski begitu, Suhartoyo mengungkapkan bahwa sidang perdana akan digelar sekitar awal bulan Januari 2025.
Sumber:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=21933