Wamena, Papua -Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menjadi sorotan setelah penembakan seorang anggota polisi di depan Rumah Sakit Umum Wamena, Anggota unit lalu lintas Polres Jayawijaya, Bripka Marsidon, dilaporkan dalam kondisi kritis setelah terkena tembakan.
Bripka Marsidon sedang dalam perjalanan kembali ke markas Polres setelah mengantarkan korban kecelakaan lalu melintasi ke rumah sakit informasi. Saat itu, pelaku diduga menggunakan senjata api laras panjang dan menembak dari luar pagar rumah sakit, mengenai korban yang berada di dalam mobil dinas.
Kepala Polres Jayawijaya, KBP Satria Bimantara, menegaskan bahwa aparat gabungan TNI-Polri telah disiagakan di Rumah Sakit Umum Wamena untuk mencegah tindakan lanjutan. Polisi juga telah meningkatkan status kewaspadaan di ibu kota Provinsi Pegunungan Papua.
Sementara itu, kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) melalui juru bicaranya, Sebi Sambom, berhak bertanggung jawab atas penembakan tersebut. Sambom menyatakan bahwa penembakan dilakukan dari jarak dekat, hanya sekitar 10 meter dari sasaran.
Menangapi situasi ini, Theo Hazegem, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Integritas Kemanusiaan Papua, mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk segera mengadakan rapat darurat. Ia mengungkapkan mengungkapkan terhadap situasi yang semakin tidak nyaman di ibu kota Provinsi Pegunungan Papua.
Hazegem juga mengirim pesan kepada Gubernur Papua Pegunungan dan DPRD untuk bertindak tegas dalam menanggapi kejadian ini. Sebelumnya, TPNPB menyatakan bahwa mereka memiliki pasukan yang terdiri dari tiga komando daerah dan 13 batalyon yang saat ini melakukan operasi siang dan malam di seluruh wilayah Wamena.
Bupati Jayawijaya, Altinus, menegaskan pihaknya meminta Egianus Kogoya dan rombongannya untuk segera meninggalkan Kota Wamena. Ia juga menyatakan bahwa semua elemen pemerintah, aparat keamanan, dan tokoh masyarakat telah duduk bersama untuk merumuskan langkah-langkah strategi guna mencegah agar situasi tidak semakin memburuk.
Goliat Tabuni, Panglima TPNPB, dalam pernyataannya menyatakan siap untuk diadili di pengadilan internasional jika terbukti bersalah. Namun, ia menekankan bahwa tindakan bersenjata yang dilakukan TPNPB adalah bentuk pembelaan diri terhadap klaim mereka sebagai kolonialisasi dan penguasaan wilayah oleh pihak asing.
Konflik bersenjata di wilayah Puncak Ilaga juga dilaporkan telah menyebabkan sejumlah korban dari kalangan sipil. Warga setempat melaporkan bahwa mereka melarikan diri ke hutan dan desa-desa sekitar untuk mencari perlindungan.
Sementara itu, TPNPB kembali mengancam pemerintah Indonesia untuk menghentikan penggunaan senjata berat dan serangan bom di Papua. Mereka mengklaim telah mendokumentasikan bukti visual serangan yang terjadi, termasuk penyiksaan terhadap warga sipil dan pembakaran tempat ibadah di Papua.