Penyelenggaraan ibadah haji selalu menjadi perhatian utama bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan jumlah jemaah haji terbanyak. Baru-baru ini, Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menyampaikan harapan masyarakat Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi agar kriteria istitha’ah (kemampuan) dalam ibadah haji lebih berfokus pada aspek kesehatan daripada usia. Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Kesehatan Arab Saudi, Fahad Abdulrahman Al-Jalajel, di Rumah Dinas Duta Besar Arab Saudi di Jakarta.
Mengapa Kriteria Istitha’ah Harus Berdasarkan Kesehatan?
Istitha’ah dalam konteks ibadah haji mengacu pada kemampuan seseorang untuk menunaikan ibadah dengan baik dan aman. Selama ini, faktor usia sering menjadi salah satu pertimbangan utama dalam menentukan siapa yang dapat menunaikan ibadah haji. Namun, menurut Menag Nasaruddin Umar, kebijakan ini perlu ditinjau ulang karena banyak jemaah lanjut usia yang sebenarnya masih sehat dan mampu menjalankan ibadah haji dengan baik.
Dalam praktiknya, banyak calon jemaah yang meskipun sudah berusia lanjut tetap memiliki kondisi fisik yang prima. Mereka aktif dalam kehidupan sehari-hari, memiliki gaya hidup sehat, dan mampu menjalankan aktivitas fisik yang diperlukan dalam ibadah haji, seperti tawaf, sai, dan melempar jumrah. Sebaliknya, ada juga jemaah yang masih dalam usia muda tetapi memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik, yang justru lebih berisiko mengalami kendala selama pelaksanaan ibadah haji.
Maka dari itu, mengedepankan kesehatan sebagai indikator utama dalam menentukan kelayakan calon jemaah haji merupakan langkah yang lebih objektif dan adil. Dengan kebijakan ini, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah haji, asalkan kondisi fisiknya memungkinkan.
Dampak Positif dari Kebijakan Berbasis Kesehatan
Jika kriteria istitha’ah lebih berfokus pada kesehatan daripada usia, ada beberapa dampak positif yang bisa dirasakan:
- Peningkatan Kesehatan Jemaah HajiDengan menekankan pentingnya kesehatan, calon jemaah akan lebih memperhatikan kondisi fisik mereka sebelum keberangkatan. Pemerintah juga dapat menyediakan program pembinaan kesehatan bagi calon jemaah, seperti pelatihan kebugaran fisik dan pemeriksaan kesehatan berkala.
- Pengurangan Risiko Kesehatan di Tanah SuciJika hanya jemaah yang sehat secara fisik yang diberangkatkan, risiko kejadian darurat kesehatan di Tanah Suci dapat berkurang. Hal ini akan meringankan beban layanan kesehatan di sana dan memastikan bahwa setiap jemaah dapat menjalankan ibadahnya dengan lebih baik.
- Peluang yang Lebih Adil bagi Calon JemaahDengan menghapus batasan usia, setiap umat Islam yang memenuhi syarat kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah haji. Ini akan memberikan keadilan bagi mereka yang selama ini terhalang hanya karena faktor usia.
- Efisiensi dalam Pengelolaan Jemaah HajiDengan menyeleksi jemaah berdasarkan kesehatan, pemerintah dapat lebih mudah mengatur layanan dan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya, penyediaan fasilitas kesehatan, transportasi, dan akomodasi yang lebih terorganisir.
Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Baru
Meskipun gagasan ini memiliki banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya:
- Penyusunan Standar Kesehatan yang Jelas.Salah satu tantangan utama adalah menentukan standar kesehatan yang jelas dan objektif. Pemerintah perlu bekerja sama dengan tenaga medis untuk menyusun parameter kesehatan yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan kelayakan calon jemaah.
- Sistem Pemeriksaan Kesehatan yang Ketat.Dibutuhkan sistem pemeriksaan kesehatan yang ketat dan transparan agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik. Pemeriksaan harus dilakukan oleh tenaga medis profesional dengan prosedur yang standar dan adil.
- Sosialisasi kepada Masyarakat.Perubahan kebijakan ini tentu membutuhkan sosialisasi yang luas agar masyarakat dapat memahaminya dengan baik. Banyak yang masih beranggapan bahwa usia merupakan faktor utama dalam penentuan istitha’ah, sehingga perlu edukasi yang mendalam tentang pentingnya kesehatan sebagai kriteria utama.
- Koordinasi dengan Pemerintah Arab Saudi.Mengingat penyelenggaraan haji merupakan kerja sama antara Indonesia dan Arab Saudi, perubahan kebijakan ini harus dibicarakan secara intensif dengan pihak Saudi agar dapat diterapkan secara efektif.
Kesimpulan
Usulan Menteri Agama RI agar kriteria istitha’ah haji lebih berfokus pada aspek kesehatan daripada usia adalah langkah yang patut dipertimbangkan. Dengan kebijakan ini, calon jemaah yang benar-benar sehat dan mampu akan memiliki kesempatan lebih besar untuk menunaikan ibadah haji tanpa terhalang oleh batasan usia.
Namun, untuk menerapkan kebijakan ini dengan sukses, diperlukan kerja sama antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat. Standar kesehatan yang jelas, sistem pemeriksaan yang ketat, serta koordinasi dengan pemerintah Arab Saudi adalah faktor-faktor kunci yang harus diperhatikan.
Jika perubahan ini dapat diimplementasikan dengan baik, bukan hanya akan memberikan keadilan bagi calon jemaah haji, tetapi juga akan meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji secara keseluruhan. Dengan demikian, ibadah haji dapat menjadi pengalaman yang lebih nyaman, aman, dan bermakna bagi seluruh umat Islam yang memenuhi syarat kesehatan untuk melaksanakannya.