Pentingnya dispensasi kawin dalam konteks hukum dan sosial di Indonesia menciptakan berbagai opini mengenai alasan mendesak yang sering diajukan. Dispensasi kawin, yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, memungkinkan orang tua untuk mengajukan permohonan menikah bagi anak di bawah umur dengan alasan yang dianggap sangat mendesak. Permohonan dispensasi kawin yakni izin untuk menikah meskipun belum memenuhi usia minimum yang ditetapkan oleh undang-undang, seringkali muncul dari situasi yang dianggap mendesak. Dalam beberapa kasus, meskipun pernikahan yang terlalu dini dapat menimbulkan masalah psikologis dan sosial, ada situasi tertentu yang membuat permohonan dispensasi kawin tampak sebagai solusi yang diperlukan. Namun, keputusan ini memerlukan pertimbangan yang matang agar tidak berdampak negatif bagi individu yang terlibat, terutama pasangan muda.
1. Konteks Sosial dan Budaya
Di beberapa komunitas, pernikahan di usia muda atau di luar batas usia minimum hukum mungkin dipandang sebagai hal yang wajar dan bahkan diharapkan. Misalnya, dalam masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keluarga atau agama, menikah dianggap sebagai kewajiban atau langkah penting untuk memelihara kehormatan keluarga. Di sini, alasan mendesak untuk dispensasi kawin sering kali didorong oleh tekanan sosial atau norma budaya yang kuat. Namun, penting untuk mencatat bahwa meskipun pernikahan mungkin dipandang sebagai langkah yang benar dalam konteks tersebut, setiap individu harus memastikan kesiapan mental dan emosional untuk menjalani komitmen seumur hidup, bukan semata-mata karena paksaan atau norma.
2. Tekanan Ekonomi dan Kehamilan di Luar Nikah
Alasan yang lebih praktis dan sering kali mendesak untuk meminta dispensasi kawin adalah kehamilan di luar nikah. Dalam beberapa situasi, pasangan yang terlibat merasa bahwa pernikahan adalah langkah yang lebih baik untuk menghadapi konsekuensi dari kehamilan yang tidak direncanakan. Secara hukum, pernikahan bisa memberikan perlindungan bagi ibu dan anak. Meskipun demikian, keputusan untuk menikah karena alasan ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Pernikahan yang didorong oleh situasi darurat sering kali berisiko bagi kesejahteraan emosional pasangan, terutama jika mereka tidak siap secara mental dan finansial. Terburu-buru dalam pernikahan bisa berisiko mengarah pada ketidakbahagiaan atau ketidakstabilan dalam rumah tangga.
3. Kesiapan Mental dan Fisik
Meskipun ada alasan-alasan mendesak yang mungkin membuat permohonan dispensasi kawin tampak sah secara sosial, kesiapan mental dan fisik pasangan muda harus tetap menjadi prioritas utama. Usia bukan hanya angka dalam hal menikah; yang lebih penting adalah apakah pasangan tersebut siap untuk tanggung jawab besar yang datang dengan pernikahan dan membangun keluarga. Jika pernikahan terjadi sebelum kedua belah pihak merasa siap secara emosional dan psikologis, bisa timbul masalah serius, termasuk ketidakcocokan, perceraian, atau trauma jangka panjang. Dispensasi kawin harus diberikan dengan pertimbangan yang cermat terhadap kesiapan mental pasangan, bukan hanya pada alasan eksternal yang mendesak.
4. Implikasi Hukum dan Sosial
Pemberian dispensasi kawin oleh pengadilan atau pihak berwenang dapat memberikan ruang bagi pasangan yang menghadapi situasi darurat. Namun, dispensasi yang diberikan dengan tergesa-gesa dan tanpa pertimbangan matang bisa membuka potensi masalah hukum di masa depan. Misalnya, jika pernikahan yang terjadi tidak berdasarkan kesiapan yang cukup, maka akan sulit untuk menjaga stabilitas keluarga dalam jangka panjang. Dalam beberapa kasus, bahkan bisa muncul persoalan hukum terkait hak-hak anak, hak waris, atau pembagian harta.
Kepentingan Terbaik Anak Salah satu argumen utama adalah bahwa keputusan untuk memberikan dispensasi harus berfokus pada kepentingan terbaik bagi anak. Dalam banyak kasus, alasan mendesak seperti kehamilan tidak terduga atau hubungan yang sudah terjalin erat menjadi faktor pendorong. Pengadilan diminta untuk mempertimbangkan dampak psikologis dan sosial dari keputusan tersebut, serta memastikan bahwa hak-hak anak tetap terjaga.
Variasi Interpretasi Alasan Mendesak
Namun, terdapat tantangan dalam penegakan hukum terkait definisi “alasan mendesak.” Interpretasi yang bervariasi di antara hakim dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum. Beberapa hakim mungkin menganggap alasan mendesak sebagai situasi yang sangat spesifik, sedangkan yang lain mungkin lebih fleksibel. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa dispensasi dapat disalahgunakan untuk melegitimasi pernikahan di bawah umur tanpa pertimbangan yang cukup.
Secara keseluruhan, meskipun dispensasi kawin dapat dianggap sebagai solusi untuk situasi mendesak, penting untuk memastikan bahwa keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan matang dan tidak hanya berdasarkan pada keinginan untuk segera menikahkan anak. Pendekatan yang lebih holistik diperlukan untuk menangani isu ini secara efektif dan bertanggung jawab.
sumber :
https://journal.pubmedia.id/index.php/lawjustice/article/view/2949
https://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/5563
https://pa-banjarnegara.go.id/v2/135-artikel-peradilan/578-dispensasi-nikah-bagai-makan-buah-simalakama-catatan-akhir-tahun-2022