Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menilai penggunaan sebutan ‘Yang Mulia’ untuk hakim terlalu berlebihan, apalagi setelah pencabutan aturan yang mengizinkan sebutan tersebut. Mahfud menjelaskan melalui akun media sosialnya bahwa sebutan ‘Yang Mulia’ telah dicabut melalui Tap No. XXXI/MPRS/1966 dan digantikan dengan sapaan seperti Bapak/Ibu/Saudara.
Menurut Mahfud, penyebutan tersebut tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan terkesan feodal serta kolonial. Ia menambahkan bahwa saat ini, penggunaan sebutan ‘Yang Mulia’ terasa berlebihan, terutama di luar sidang pengadilan, seperti saat hakim hadir di acara resepsi, masjid, atau bahkan di restoran. Mahfud menyatakan bahwa meskipun sebutan ini masih dapat diterima dalam sidang resmi, namun jika hakim tetap ingin dipanggil ‘Yang Mulia’ di luar konteks itu, hal tersebut terkesan tidak wajar.
Mahfud juga menyoroti adanya masalah di lingkungan pengadilan, seperti kasus suap yang melibatkan hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara Gregorius Ronald Tannur. Beberapa hakim yang terlibat dalam kasus tersebut kini menjadi tersangka dugaan suap. Selain itu, Kejaksaan Agung juga sedang memeriksa mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar, terkait mafia kasus yang diduga terlibat dalam praktik korupsi.