Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga merupakan salah satu instrumen penting untuk memastikan bahwa penyelenggara negara menjalankan tugasnya dengan integritas. LHKPN bertujuan untuk menjaga transparansi, mencegah praktik korupsi, dan menunjukkan kepada publik bahwa pejabat negara, mulai dari Kepala Desa hingga pejabat tinggi negara, hidup sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Meskipun aturan ini sudah jelas, masih banyak pejabat, baik di tingkat lokal maupun nasional, yang enggan atau bahkan tidak melaporkan kekayaannya
Apa Itu LHKPN?
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 Peraturan KPK 3/2024 Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN adalah laporan dalam bentuk dokumen, termasuk namun tidak terbatas pada dokumen elektronik tentang uraian dan rincian informasi mengenai harta kekayaan, data pribadi, penerimaan, pengeluaran, dan data lainnya atas harta kekayaan penyelenggara negara.
Adapun yang dimaksud dengan penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara atau pejabat publik lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam konteks ini, menurut Lembaga Kebijakan Publik Indonesia (LKpIndonesia) sudah saatnya negara mengambil langkah tegas. Pecat saja pejabat yang tidak melaporkan LHKPN. Kenapa demikian?
LHKPN adalah salah satu alat untuk menjaga akuntabilitas pejabat publik dalam hal pengelolaan harta kekayaan. Laporan ini memberikan gambaran jelas tentang apakah seorang pejabat negara memiliki harta yang sebanding dengan pendapatannya atau ada indikasi penambahan kekayaan yang mencurigakan.
Selain itu, LHKPN juga berfungsi sebagai langkah preventif terhadap tindak pidana korupsi. Dengan adanya kewajiban ini, masyarakat memiliki hak untuk mengawasi apakah pejabat yang mereka pilih dan percayakan kekuasaan hidup sesuai dengan standar moral dan hukum yang diharapkan. Penting untuk diingat bahwa kewajiban ini berlaku untuk seluruh pejabat negara, dari Kepala Desa yang mengelola anggaran desa hingga pejabat tinggi negara yang memiliki tanggung jawab besar terhadap pengelolaan keuangan negara.
Tidak ada alasan bagi siapapun yang memegang kekuasaan untuk menghindar dari pelaporan LHKPN. Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap rakyat, pejabat negara wajib melaporkan harta kekayaannya secara jujur dan transparan.
Kepala Desa: Pejabat Negara yang Sering Terabaikan
Penting untuk dicatat bahwa kewajiban LHKPN tidak hanya berlaku bagi pejabat negara di tingkat pusat atau provinsi, tetapi juga untuk Kepala Desa dan pejabat di tingkat pemerintahan daerah lainnya. Kepala Desa memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pengelolaan anggaran desa, yang seringkali melibatkan dana yang cukup besar.
Jika Kepala Desa tidak melaporkan harta kekayaannya, masyarakat tidak dapat memastikan apakah ada penyalahgunaan anggaran desa atau tidak. Ini tentu saja akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Sering kali Kepala Desa atau pejabat desa merasa bahwa mereka tidak diawasi dengan ketat seperti pejabat di tingkat lebih tinggi. Padahal, dengan anggaran yang semakin besar dan kompleksitas program yang semakin tinggi, Kepala Desa justru harus lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, kepala desa yang tidak melaporkan LHKPN seharusnya diberikan sanksi tegas, yang bisa berupa pemecatan. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi pejabat yang tidak mau transparan dalam pengelolaan keuangan dan kekayaan mereka. Bagi pejabat negara di tingkat pusat, kewajiban untuk melaporkan LHKPN seharusnya tidak menjadi perdebatan. Kenyataannya, masih ada pejabat tinggi negara yang tidak melaporkan harta kekayaan mereka tepat waktu, bahkan ada yang melaporkannya secara tidak jujur. Ini menunjukkan bahwa masih ada celah dalam sistem pengawasan yang perlu diperbaiki.
Pemecatan adalah langkah yang tegas namun perlu diambil ketika seorang pejabat negara tidak melaporkan LHKPN atau melaporkan dengan informasi yang tidak akurat. Menunda atau mengabaikan kewajiban ini adalah pelanggaran yang harus disanksikan. Tidak ada ruang untuk toleransi terhadap pejabat yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap transparansi. Mengingat tugas mereka yang sangat penting dalam memegang amanah rakyat, pejabat yang melanggar ketentuan LHKPN harus disadarkan bahwa mereka tidak dapat menghindar dari pengawasan publik.
“Pecat saja pejabat yang tidak melaporkan LHKPN sebagai wujud komitmen untuk pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi”
Mengapa Pecat Saja?
LKpIndonesia berpandangan pemecatan terhadap pejabat yang tidak melaporkan LHKPN, baik itu Kepala Desa maupun pejabat negara di tingkat tinggi, bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memberikan sinyal tegas kepada masyarakat bahwa negara tidak menoleransi ketidakpatuhan terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Pemecatan ini merupakan langkah preventif terhadap korupsi yang lebih besar dikemudian hari. Dalam hal ini mempertegas tindakan untuk melakukan pemecatan juga menunjukkan bahwa kewajiban ini tidak bisa dianggap remeh. Jika pejabat yang berada di posisi penting saja diperlakukan tegas, maka pejabat di tingkat lebih rendah akan semakin sadar bahwa mereka harus taat pada aturan yang berlaku. Ini akan memperkuat budaya integritas dan kepatuhan dalam pemerintahan.
Pemerintah, baik di tingkat desa maupun negara, harus menegakkan aturan yang berlaku tanpa pandang bulu. Kepala Desa dan pejabat negara yang tidak melaporkan LHKPN harus diberikan sanksi yang tegas, termasuk pemecatan. Hal ini bukan hanya untuk menjaga integritas pemerintahan, tetapi juga untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa negara tidak akan mentolerir ketidakpatuhan terhadap kewajiban transparansi.