Kasus korupsi dana desa merupakan salah satu bentuk kejahatan yang memiliki dampak luas, terutama bagi pembangunan di pedesaan. Dalam konteks desakan yang disampaikan oleh Lembaga Kebijakan Publik Indonesia (LKpIndonesia) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar, terdapat beberapa aspek hukum yang relevan untuk dibahas: Pertama, sebagai bagian dari aparat penegak hukum, Kejari memiliki kewajiban untuk menangani kasus korupsi secara tuntas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Kedua, penuntasan kasus dana desa, termasuk di desa yang sedang dalam pembinaan, adalah bentuk implementasi prinsip equality before the law.
Korupsi dana desa juga diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini merupakan kewajiban hukum untuk memastikan anggaran desa digunakan sesuai peruntukannya.
Desa-desa yang dalam pembinaan biasanya berada dalam pengawasan pemerintah daerah atau instansi terkait, seperti Inspektorat Daerah. Namun, pembinaan tidak dapat menjadi alasan untuk menunda atau mengurangi proses hukum terhadap aparat desa yang diduga melakukan korupsi. Pembinaan bersifat preventif, sedangkan tindakan hukum adalah langkah represif untuk memberikan efek jera. Termasuk juga oknum yang ikut bermain terkait kasus korupsi ini.
Menurut LKpIndonesia dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, kepala desa wajib bertanggung jawab penuh atas penggunaan dana desa. Ketika ada indikasi pelanggaran, aparat desa harus diproses hukum tanpa pandang bulu termasuk perangkatnya yang ikut membantu.
Jika ada indikasi aliran dana siluman atau berkedok hutang (seperti kasus Pj. Walikota Pekanbaru) itu juga harus ditelusuri kemana, kepada siapa dan digunakan untuk apa? Tentunya ini harus jelas, apalagi laporan terkait mark up yang sering dilakukan dalam pembangunan di desa (terkait pajak), digunakan untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), bantuan sosial ataupun alasan lainnya.
Desakan penyelesaian kasus korupsi dana desa oleh LKpIndonesia ini bertujuan untuk mencegah kerugian lebih besar terhadap negara. Jika korupsi dana desa ini tidak segera ditangani berpotensi menimbulkan efek domino, termasuk melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Hal ini juga memberikan kepastian hukum bagi masyarakat desa terhadap pemerintah yang tidak menjalankan tata kelola pemerintahan dengan baik. Penyelesaian yang cepat dan transparan akan memberikan keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban, sekaligus menjadi contoh bagi desa lain untuk mengelola keuangan secara akuntabel.
Oleh karena itu, LKpIndonesia memberikan saran kepada Kejari Kampar agar perlu menjalin kerja sama dengan instansi lain, seperti BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) atau Inspektorat, untuk audit yang lebih mendalam. Selain itu, keterlibatan masyarakat, Ormas, Forum Masyarakat Antikorupsi atau Lembaga masyarakat bisa juga membantu membongkar kasus korupsi yang tak berujung ini.
Forum masyarakat desa bersama LKpIndonesia siap untuk mengawal kasus terkait dana desa ini. Ini adalah sebagai bentuk kontrol sosial dan sesuai dengan visi misi lembaga. Kenapa kontrol sosial ini perlu dilakukan. Karena penegak hukum di Kabupaten Kampar ini sangat rentan dengan konflik kepentingan. Ini bukan tanpa alasan, jika Kejari atau penegak hukum di Kabupaten Kampar tidak mau dicap “tebang pilih” untuk menegakkan hukum.
Ketika pejabat itu sudah berstatus mantan, baru berani mengusutnya. Ada apa? Maka dari itu, LKpIndonesia berpandangan setiap perkembangan kasus terkait korupsi dana desa ini harus dipublikasikan sehingga tidak ada lagi kata oknum yang bermain dalam penegakkan hukum. Tujuan dari ini semua tentunya, untuk menjaga transparansi dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum itu sendiri,khususnya di Kabupaten Kampar.
Desakan LKpIndonesia agar Kejari Kampar segera menyelesaikan kasus ini adalah langkah yang tepat dan relevan secara hukum. Kejari harus bertindak cepat, akuntabel, dan transparan dalam penanganan kasus korupsi dana desa untuk mewujudkan prinsip keadilan serta menjaga keberlanjutan pembangunan desa. Pembinaan terhadap desa tidak boleh menjadi penghalang bagi penegakan hukum, melainkan justru harus memperkuat pencegahan korupsi di desa itu sendiri.