Hari Guru dan Tantangan Hukum: Perlindungan, Martabat, dan Keadilan bagi Guru di Indonesia

Author PhotoDesi Sommaliagustina
24 Nov 2024
logo-hari-guru-nasional-2024_169

Hari Guru, yang dirayakan setiap 25 November, adalah momen refleksi tentang peran vital guru sebagai pilar pendidikan. Namun, di balik perayaan tersebut, terdapat isu-isu hukum yang kerap menempatkan guru dalam posisi sulit. Beberapa kasus yang mencuat ke publik memperlihatkan ketimpangan antara perlindungan hukum terhadap guru dan ekspektasi masyarakat terhadap peran mereka.

Beberapa guru menghadapi tuntutan pidana atas tindakan disipliner terhadap siswa, yang sering kali disalahartikan sebagai kekerasan fisik atau psikis. Kasus seperti ini mencerminkan kurangnya pemahaman hukum, baik oleh masyarakat maupun oleh aparat penegak hukum, tentang hak dan kewajiban guru dalam menjalankan tugas. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen seharusnya menjadi landasan untuk melindungi profesinya, tetapi implementasinya masih lemah.

Meski terdapat Pasal 39 dalam UU Guru dan Dosen yang menjamin perlindungan hukum bagi mereka, mekanisme pelaksanaannya sering kali tidak efektif. Mereka yang berhadapan dengan proses hukum sering kali tidak mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah maupun institusi pendidikan tempat mereka bekerja.

Disisi lain guru honorer atau dosen kontrak juga sering menghadapi ketidakadilan. Ketidakadilan terhadap mereka itu dapat dilihat dalam bentuk upah rendah dan status kerja yang tidak jelas. Hal itupun juga terjadi pada Dosen di Perguruan Tinggi di Indonesia.

Terutama pada Dosen di Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, mereka berada dalam abu-abu legalitas, sehingga sulit memperjuangkan hak-hak mereka. Jikapun ada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang menjadi salah satu upaya untuk mengatasi persoalan ini, tetapi implementasinya masih menghadapi banyak kendala.

Untuk mengatasi persoalan di atas, diperlukan langkah hukum yang progresif, antara lain: Pertama, pendidikan hukum perlu ditingkatkan, baik di kalangan aparat penegak hukum maupun masyarakat, agar peran guru dalam mendisiplinkan siswa tidak disalahartikan. Sosialisasi intensif tentang UU Guru dan Dosen serta aturan pendukung lainnya harus menjadi prioritas.

Kedua, perlu dibentuk mekanisme khusus yang memastikan guru dan dosen yang menghadapi tuntutan hukum mendapatkan pendampingan, baik oleh pemerintah maupun organisasi profesi. Mekanisme ini harus mencakup layanan bantuan hukum yang mudah diakses.

Ketiga,pemerintah perlu mempercepat pengangkatan guru honorer menjadi PPPK dan memperhatikan kesejahteraan dosen di PTS , sesuai dengan peraturan yang ada. Selain itu, perlu ada revisi aturan untuk memastikan guru honorer dan dosen PTS memiliki akses ke hak-hak ketenagakerjaan yang layak, termasuk upah minimum dan jaminan sosial.

Hari Guru seharusnya tidak hanya menjadi ajang perayaan simbolis, tetapi juga momentum untuk memperjuangkan keadilan dan martabat bagi guru dan dosen. Dalam konteks hukum, pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan harus bekerja sama memastikan perlindungan yang memadai bagi guru dan dosen. Sebagai ujung tombak pendidikan, guru dan dosen yang dilindungi dan dihargai secara hukum adalah fondasi kokoh bagi generasi masa depan Indonesia.

Penguatan hukum bagi guru dan dosen bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal membangun kepercayaan dan penghargaan terhadap profesi mulia ini. Guru ataupun dosen adalah teladan, dan melindungi mereka berarti melindungi masa depan bangsa.

Artikel Terkait

Rekomendasi