Perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Berbagai program AI telah bermunculan untuk mempermudah pekerjaan, mulai dari aplikasi penerjemah, asisten virtual, hingga aplikasi penghasil karya seni. Namun, potensi pelanggaran terhadap privasi, data pribadi, dan hak kekayaan intelektual juga muncul seiring dengan penggunaan teknologi ini.
Untuk mengatasi isu-isu yang terkait, sejumlah negara sedang mengembangkan berbagai model regulasi guna mengatur pengembangan dan pemanfaatan AI. Uni Eropa, misalnya, telah menyepakati rancangan akhir EU AI Act pada 9 Desember 2023, yang merupakan regulasi berbasis hukum yang berlaku secara horizontal untuk semua sektor yang melibatkan teknologi AI dalam aktivitas bisnis. Di sisi lain, Inggris mengusung konsep yang mendukung inovasi, bertujuan agar regulasi yang ada dapat mempercepat kemajuan AI, bukan menghambatnya. Sementara itu, Amerika Serikat (AS), meskipun menjadi salah satu negara terdepan dalam pengembangan AI, belum memiliki regulasi khusus mengenai hal tersebut. Namun, pada 30 Oktober 2023, Presiden AS Joe Biden mengeluarkan Executive Order on Safe, Secure, and Trustworthy Artificial Intelligence, yang mencakup sejumlah standar dalam pengembangan dan pemanfaatan AI.
Di Indonesia, hingga saat ini, belum ada regulasi khusus yang mengatur AI. Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia telah meluncurkan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia (Stranas KA) yang mencakup etika dan kebijakan AI, pengembangan talenta, serta ekosistem data dan infrastruktur AI. Namun, Stranas KA bukanlah dokumen hukum yang mengikat; ia hanya memberikan arah kebijakan nasional. Meski demikian, pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya absen dalam mengatur teknologi AI. Terdapat sejumlah peraturan terkait pemanfaatan teknologi ini, seperti Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 3 Tahun 2021, yang mengatur aspek perizinan bagi pelaku usaha yang memanfaatkan AI. Selain itu, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan peraturan turunannya juga mengatur tentang AI dalam terminologi agen elektronik. UU Perlindungan Data Pribadi mengatur pemanfaatan AI yang berkaitan dengan pemrosesan data pribadi, sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menerbitkan panduan etika pemanfaatan AI dalam Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023.
Upaya regulasi juga telah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang bekerja sama dengan Asosiasi Financial Technology Indonesia (AFTECH) dan beberapa asosiasi industri lainnya untuk menyusun Panduan Kode Etik Kecerdasan Buatan yang Bertanggung Jawab di industri teknologi finansial, diluncurkan pada awal Desember 2023. OJK juga sedang merancang peraturan mengenai layanan digital oleh bank umum yang memuat prinsip inovasi bertanggung jawab dalam pemanfaatan teknologi baru, termasuk AI. Meski sudah ada beberapa inisiatif, Indonesia tetap memerlukan regulasi yang secara khusus menyasar teknologi AI agar pemanfaatannya dapat dilakukan dengan bertanggung jawab, serta menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pengembangan teknologi ini.
Meregulasi pemanfaatan AI di Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan. Salah satunya adalah isu transparansi dan akuntabilitas yang muncul dari fitur ‘black box’ dalam AI. Istilah ini mengacu pada cara kerja internal AI yang sulit diprediksi oleh pengguna, sehingga menciptakan kurangnya transparansi. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu mengidentifikasi dan memetakan risiko serta kerentanan di seluruh siklus hidup AI. Setelah itu, kebijakan manajemen risiko yang diperbaharui secara berkala seiring dengan perkembangan dan kemunculan risiko baru perlu diterapkan.
Selain itu, model pendekatan yang tepat dalam meregulasi AI juga menjadi perhatian. Dibutuhkan perpaduan antara pendekatan horizontal, vertikal, dan sektoral. Di tingkat pusat, regulasi umum yang mengatur teknologi AI harus ada, mencakup prinsip pengembangan, pemetaan risiko, serta kewajiban pelaporan. Kementerian atau lembaga juga perlu ditunjuk sebagai pemimpin dalam tata kelola pengembangan AI untuk mengawasi dan mengkoordinasikan kemajuan AI di Indonesia. Pendekatan vertikal perlu dilakukan dengan menargetkan sistem dan algoritma secara spesifik. Sedangkan untuk sektor-sektor tertentu seperti keuangan, pendidikan, dan kesehatan, regulasi yang lebih spesifik perlu dikembangkan, mengingat setiap sektor memiliki kekhususan yang berbeda-beda.
Regulasi mengenai teknologi AI di Indonesia menjadi hal yang fundamental untuk memastikan bahwa pemanfaatan AI dilakukan secara bertanggung jawab dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Namun, regulasi yang ada jangan sampai menjadi penghambat bagi penciptaan ekosistem pengembangan AI yang baik. Regulasi yang dihasilkan harus mampu menyeimbangkan antara etika dalam pemanfaatan AI dan inovasi teknologi yang ingin dicapai.