Praktik suap di Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1980, merupakan tindak pidana yang dilarang. Menurut pasal 5 undang-undang tersebut, suap didefinisikan sebagai pemberian atau janji yang diberikan kepada seseorang untuk mempengaruhi tindakan yang bertentangan dengan kewenangan atau kewajibannya. Baik pemberi maupun penerima suap dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk hukuman penjara hingga 3 tahun dan/atau denda maksimal Rp36.000.000. Dalam konteks politik, tindakan yang dikenal sebagai serangan fajar, yaitu pemberian uang atau barang menjelang pemilihan untuk mempengaruhi suara, juga dianggap sebagai bentuk suap dan dapat dikenakan sanksi hukum. Dari perspektif agama, praktik menerima suap sangat dilarang dalam Islam, di mana Rasulullah SAW bersabda: “Laknat Allah SWT kepada pemberi suap dan penerima suap.” Hal ini menunjukkan bahwa baik memberi maupun menerima suap adalah tindakan tercela yang merusak moral masyarakat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa praktik risywah adalah haram karena dapat menghancurkan demokrasi dan merusak tatanan sosial. Dengan demikian, baik dari sudut pandang hukum negara maupun ajaran Islam, menerima suap adalah tindakan yang dilarang, dan penting bagi masyarakat untuk menolak segala bentuk suap serta menjaga prinsip kejujuran dalam proses pemilihan.
Pemerintah daerah di Indonesia terus berupaya mewujudkan pelayanan publik yang bersih dari praktik korupsi, termasuk suap. Salah satu contohnya adalah Disdukcapil Kota Pekalongan, yang berkomitmen memberikan layanan tanpa suap, pungutan liar (pungli), dan gratifikasi. Mereka berfokus pada pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi, dengan mengajak masyarakat untuk mendukung upaya ini. Selain itu, KPPN Denpasar juga menunjukkan komitmen serupa dengan meraih sertifikat ISO SMAP 37001:2016, yang menandakan implementasi sistem manajemen anti penyuapan. Sertifikat ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pegawai dalam mencegah dan menangani risiko penyuapan secara efektif. Di sisi lain, Kapanewon Wates turut berpartisipasi dalam kampanye anti korupsi yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menghindari praktik korupsi dalam pelayanan publik. Langkah-langkah ini mencerminkan upaya kolektif untuk menciptakan lingkungan yang lebih transparan dan akuntabel di sektor publik.
Sumber :
- https://disdukcapil.pekalongankota.go.id/berita/disdukcapil-kota-pekalongan-memberikan pelayanan-tanpa-suap-pungli-dan-gratifikasi.html
- https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/denpasar/id/data-publikasi/artikel/3160-wujud-komitmen-kuat-implementasikan-layanan-tanpa-suap,-kppn-denpasar-raih-sertifikat-iso-smap-37001-2016.html
- https://wates.kulonprogokab.go.id/detil/820/pelayanan-tanpa-suap
- https://pa-semarang.go.id/id/publikasi-pengadilan/arsip-artikel/9556-suap-hadiah-dan-hakim
- https://almanhaj.or.id/2283-hukum-seputar-suap-dan-hadiah.html
- https://tirto.id/hukum-menerima-uang-serangan-fajar-menurut-islam-g59Q
- https://jakarta.nu.or.id/syariah/ini-hukum-dan-dosa-menyuap-hakim-kD5g5
- https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah-mengembalikan-uang-suap-menghapus-tuntutan-pidana-cl6583/