Raymond Kamil, warga Cipayung, Jakarta Timur, mengajukan uji materi sejumlah undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kewajiban beragama di Indonesia. Raymond, yang menyatakan tidak memeluk agama atau kepercayaan, merasa hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh aturan-aturan tersebut. Permohonan ini terkait beberapa pasal dalam UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan UU Hak Asasi Manusia (HAM), yang menurutnya mengakibatkan kerugian aktual karena tidak mengakomodasi hak seseorang untuk tidak memeluk agama.
Pada sidang uji materi yang berlangsung pada 21 Oktober 2024, kuasa hukum Raymond, Teguh Sugiharto, menyampaikan bahwa aturan dalam undang-undang tersebut tidak hanya melanggar hak konstitusional para pemohon, tetapi juga menyebabkan kebingungan dan ketidakjelasan dalam pelaksanaan di lapangan. Menurut Teguh, negara hanya mengakui pilihan beragama dalam konteks yang sempit, yaitu terbatas pada enam agama yang terdaftar di KTP dan KK. Kebebasan untuk tidak beragama atau memeluk kepercayaan lain yang tidak tercantum, menurutnya, tidak dilindungi oleh undang-undang yang ada.
Raymond juga menggugat Pasal 2 UU Perkawinan yang mewajibkan pelaksanaan perkawinan sesuai dengan agama, sehingga haknya untuk menikah secara sah tergantung pada aturan agama yang tidak ia anut. Gugatan juga meluas ke UU Sistem Pendidikan Nasional, yang memaksa anak-anak pemohon mengikuti pelajaran agama, serta UU KUHP yang dikhawatirkan dapat mengkriminalisasi tindakan atau pendapat yang berbeda terkait kepercayaan.
Majelis Hakim, yang diketuai oleh Arsul Sani, menyarankan agar pemohon lebih mendetailkan dasar kerugian konstitusional yang dialami dan menjelaskan hubungan sebab-akibat yang jelas antara norma yang digugat dan hak-hak konstitusional yang dianggap dilanggar. Hakim Arief Hidayat juga menekankan bahwa sila pertama Pancasila menuntut warga negara Indonesia untuk bertuhan, baik melalui agama atau kepercayaan yang diakui.
Sementara itu, Hakim Enny Nurbaningsih meminta pemohon untuk lebih jelas menguraikan hak konstitusional yang dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang tersebut, mengingat permohonan uji materi ini mencakup banyak undang-undang secara bersamaan, yang menurutnya memerlukan pendekatan yang lebih terperinci dan terfokus pada kerugian yang dirasakan oleh pemohon.
Dengan kasus ini, Raymond dan pemohon lainnya berharap MK dapat memberikan ruang hukum bagi warga yang memilih untuk tidak memeluk agama atau kepercayaan di Indonesia, sesuatu yang saat ini belum diatur dengan jelas dalam undang-undang yang berlaku.