Perludem, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dihapuskannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka menilai penghapusan KASN, yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014, akan menyebabkan hilangnya pengawasan independen terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya dalam hal kode etik, perilaku, dan netralitas ASN. Sidang gugatan ini telah beberapa kali berlangsung, dengan agenda mendengarkan keterangan dari perwakilan DPR dan Presiden di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis, 7 November 2024.
Para penggugat memohon agar KASN tetap dipertahankan sebagai lembaga pengawas independen yang berfungsi memastikan penerapan sistem merit dalam manajemen ASN. Mereka mempersoalkan pasal-pasal dalam UU ASN yang menghapus kewenangan KASN, yaitu Pasal 26 ayat 2 huruf d dan Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2023. Menurut mereka, ketiadaan KASN justru akan melemahkan pengawasan terhadap integritas ASN, serta menciptakan celah dalam menjaga netralitas ASN. Penggugat juga mengkritik Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor 4 Tahun 2024 yang dianggap belum cukup memadai dalam menetapkan aturan baru terkait pengawasan ASN.
Selain itu, mereka meminta MK untuk memerintahkan agar KASN tetap melaksanakan tugasnya hingga ada putusan final dari MK. Mereka juga memohon agar Mahkamah mengabulkan permohonan mereka sepenuhnya, dengan menyatakan pasal-pasal terkait dalam UU ASN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Anggota Komisi III DPR, M. Nasir Djamil, memberikan tanggapan bahwa penghapusan KASN sebenarnya merupakan bagian dari upaya penyederhanaan birokrasi. Ia menjelaskan bahwa tugas pengawasan yang sebelumnya dipegang oleh KASN kini dialihkan ke kementerian dan badan terkait sesuai ketentuan dalam Pasal 26 ayat 2 UU ASN. Menurutnya, pemindahan ini tidak berarti menghilangkan fungsi pengawasan, melainkan meningkatkan efektivitas dengan mengintegrasikan pengawasan tersebut ke dalam struktur manajemen ASN yang lebih terpusat.
Nasir juga menyatakan bahwa pengawasan terhadap sistem merit, asas, kode etik, dan netralitas ASN akan tetap dilaksanakan, bahkan melibatkan masyarakat dalam mengawasi netralitas ASN, khususnya selama pelaksanaan pemilu dan pilkada. Ia menjelaskan bahwa laporan terkait pelanggaran netralitas ASN akan diproses oleh kementerian dan lembaga terkait yang tergabung dalam Satuan Tugas Netralitas ASN, yakni BKN, Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri, serta Bawaslu.
Menanggapi kekhawatiran penggugat, Nasir menekankan pentingnya peran masyarakat untuk ikut mengawasi, dengan harapan bahwa hal ini dapat mencegah potensi ketidaknetralan ASN yang dikhawatirkan dapat merusak profesionalitas dan prinsip meritokrasi ASN. Nasir juga menyebut bahwa informasi mengenai pelanggaran dan sanksi netralitas ASN sudah rutin disosialisasikan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) selama masa pemilu atau pilkada.