Para Pengusaha Sawit Mempermasalahkan Pemberian Sanksi Terhadap Pemilik Lahan Di Kawasan Hutan Dan Mengajukan Kasus Ini Ke Mahkamah Konstitusi.

Author Photoportalhukumid
25 Oct 2024
berita_1729693390_b80aabc0c1d600772957

Para pengusaha kelapa sawit menggugat pemberlakuan sanksi terkait kepemilikan tanah yang terletak dalam kawasan hutan lindung melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mempersoalkan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai memberikan beban tambahan berupa kewajiban membayar denda administratif, menyerahkan tanah, dan sanksi lain yang berpotensi merugikan pemilik hak atas tanah tersebut. Gugatan ini mengacu pada Pasal 110A ayat (1) dan Pasal 110B ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H), yang telah diubah oleh UU Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023). Para pemohon yang terdiri dari PT Tara Bintang Nusa, Koperasi Produsen Unit Desa Makmur Jaya Labusel, dan perseorangan, mengajukan perkara ini dalam Perkara Nomor 147/PUU-XXII/2024.

Para pengusaha merasa bahwa ketentuan tersebut tidak hanya mengancam status kepemilikan tanah mereka, tetapi juga menimbulkan kerugian finansial karena kewajiban membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) serta Dana Reboisasi (DR). Dalam hal ini, jika pemilik tanah gagal menyelesaikan persyaratan administratif hingga batas waktu yang ditetapkan, mereka harus menyerahkan tanahnya kepada negara. Gugatan ini juga menyoroti bahwa sanksi yang diberlakukan tidak hanya terbatas pada pembayaran denda administratif, tetapi juga melibatkan pengembalian hak milik kepada negara, terutama jika tanah tersebut berada di kawasan hutan lindung atau konservasi.

Kuasa hukum penggugat, Hotman Sitorus, dalam sidang MK menyatakan bahwa ketentuan pasal-pasal tersebut melanggar hak konstitusional pemohon sebagai pemilik hak atas tanah. Hotman berargumen bahwa aturan tersebut seharusnya mengecualikan pemilik hak atas tanah yang sah, terutama mereka yang telah memiliki hak guna usaha sebelum UU Cipta Kerja diberlakukan. Contoh kerugian aktual yang dialami oleh PT Tara Bintang Nusa adalah kewajiban membayar denda administratif dan ancaman kehilangan hak atas lahan perkebunan seluas 41,6 hektar yang terletak di kawasan hutan.

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan tanggapan dengan menekankan bahwa gugatan ini harus lebih fokus pada kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon, bukan sekadar permasalahan konkret yang terjadi. MK menegaskan bahwa mereka bertugas untuk menguji norma-norma undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945, bukan mengadili kasus konkret yang dialami oleh pihak-pihak tertentu. Meskipun demikian, pengadilan masih membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut terkait dampak ketentuan UU Cipta Kerja terhadap hak-hak kepemilikan lahan dan potensi pelanggaran hak konstitusional yang dialami para pemohon.

Dengan adanya gugatan ini, penting bagi MK untuk menelaah apakah ketentuan dalam UU Cipta Kerja ini sejalan dengan prinsip perlindungan hak milik pribadi, atau justru berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional bagi para pemilik lahan di kawasan hutan.

Sumber:
https://www.hukumonline.com/berita/a/pengusaha-sawit-persoalkan-sanksi-bagi-pemilik-tanah-di-kawasan-hutan-ke-mk-lt671a37eb8ebc5/?page=3

Artikel Terkait

Rekomendasi