Sejumlah mahasiswa dari Jawa Timur, yaitu Meida Nur Fadila Syuhada dan Priyoga Andikarno, mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatan tersebut, keduanya meminta agar MK mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan upah pokok bagi pekerja yang bekerja pada hari libur. Mereka mengajukan gugatan terhadap Pasal 85 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mewajibkan pengusaha membayar upah lembur kepada pekerja yang bekerja pada hari libur resmi, namun tidak secara eksplisit menyebutkan pembayaran upah pokok bagi pekerja yang terlibat dalam pekerjaan pada waktu tersebut.
Meida dan Priyoga menganggap pasal ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan, baik bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan maupun bagi pekerja setelah lulus kuliah. Meida, dalam pernyataannya, menceritakan pengalaman pribadinya ketika bekerja di sebuah koperasi sebelum kuliah. Selama bekerja di sana, Meida terpaksa bekerja pada hari libur nasional seperti Sabtu dan Minggu, dengan upah yang sangat rendah, yakni hanya Rp 50.000 hingga Rp 100.000, meskipun pekerjaannya dilakukan pada hari libur resmi. Menurutnya, meskipun pekerjaan tersebut sangat penting, pengusaha hanya memberikan kompensasi berupa uang lembur yang tidak mencerminkan nilai yang layak bagi pekerjaan di hari libur.
Priyoga, di sisi lain, menyatakan bahwa saat ini ia bekerja di sebuah perusahaan tanpa perjanjian kerja yang jelas. Meskipun ia bekerja pada hari libur, baik libur nasional maupun biasa, ia hanya menerima upah lembur berdasarkan perhitungan jam kerja, tanpa memperoleh hak upah minimum atau upah pokok sesuai ketentuan yang diharapkan. Hal ini, menurutnya, sangat merugikan pekerja yang bekerja pada hari libur karena mereka tidak mendapatkan penghargaan yang adil untuk waktu dan tenaga yang mereka curahkan.
Keduanya pun merasa bahwa Pasal 85 ayat 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang hanya mengatur upah lembur tanpa mencantumkan hak atas upah pokok sangat merugikan bagi pekerja, terutama mereka yang bekerja di hari libur. Mereka khawatir bahwa ketentuan yang ada saat ini dapat menciptakan ketidakadilan dalam hubungan kerja, di mana pekerja tidak mendapatkan hak yang seharusnya mereka terima sesuai dengan prinsip keadilan yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam gugatannya, Meida dan Priyoga meminta MK untuk menerima dan mengabulkan permohonan mereka agar Pasal 85 ayat 3 tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang tidak mencantumkan ketentuan mengenai upah pokok dan kompensasi yang layak bagi pekerja yang bekerja pada hari libur resmi. Mereka juga meminta agar lembaga pembentuk undang-undang melakukan perubahan pada pasal tersebut, dengan memasukkan ketentuan yang lebih adil dan sesuai dengan hak-hak pekerja. Dalam permohonan ini, mereka juga berharap agar putusan MK dapat dipublikasikan dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Gugatan ini menjadi penting karena menyangkut masalah yang dihadapi oleh banyak pekerja muda di Indonesia, khususnya mereka yang bekerja paruh waktu atau sementara sambil menuntut ilmu. Mereka berharap dengan adanya perubahan dalam undang-undang ketenagakerjaan, para pekerja dapat memperoleh hak-hak yang layak dan mendapatkan perlindungan yang lebih baik di masa depan.