Komisi Yudisial (KY) dan kekuasaan kehakiman di Indonesia memiliki hubungan yang sangat strategis dan saling mendukung dalam menjaga independensi serta integritas sistem peradilan negara. Komisi Yudisial, yang merupakan lembaga negara yang independen, memiliki kewenangan untuk mengawasi perilaku hakim serta melakukan seleksi terhadap calon hakim. Fungsi utama KY adalah memastikan bahwa hakim-hakim yang beroperasi dalam sistem peradilan Indonesia tidak hanya mematuhi hukum, tetapi juga memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) secara jelas memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian hakim agung serta melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim. Sebagai lembaga yang memegang peranan penting dalam menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim, KY memiliki fungsi pengawasan yang sangat penting, baik terhadap hakim di tingkat pertama hingga tingkat tertinggi, yaitu hakim agung. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, komisi ini diberikan tugas untuk menegakkan kode etik bagi hakim, yang menjadi pedoman dalam perilaku mereka di luar ruang sidang, guna memastikan bahwa pengadilan berjalan dengan adil dan tidak terpengaruh oleh kepentingan eksternal, termasuk politik atau intervensi pihak-pihak yang berkepentingan.
Di sisi lain, kekuasaan kehakiman merupakan bagian dari struktur negara yang diatur dalam Pasal 24A UUD 1945, yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman bersifat independen dan bebas dari pengaruh atau campur tangan pihak lain, baik dari eksekutif, legislatif, maupun pihak lainnya. Lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman ini terdiri dari Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, serta pengadilan-pengadilan lainnya yang ada di Indonesia, seperti pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan pengadilan agama. Pengaturan kekuasaan kehakiman dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman semakin mempertegas prinsip independensi, yang memastikan bahwa hakim dapat memutuskan perkara tanpa tekanan dari pihak luar. Kekuasaan kehakiman ini sangat penting dalam menjaga keadilan dan supremasi hukum, dengan tugas utama pengadilan untuk memutuskan perkara sesuai dengan hukum yang berlaku, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta memberikan keputusan yang adil tanpa adanya pengaruh eksternal. Dalam hal ini, Mahkamah Agung sebagai lembaga pengadilan tertinggi di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga integritas dan kredibilitas sistem peradilan negara.
Hubungan antara Komisi Yudisial dan kekuasaan kehakiman sangat penting dalam menjaga kualitas dan integritas sistem peradilan Indonesia. KY berfungsi sebagai pengawas eksternal terhadap perilaku hakim, sementara kekuasaan kehakiman berperan dalam penegakan hukum melalui keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan. Sebagai lembaga yang mengawasi perilaku hakim, KY memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi atau sanksi terhadap hakim yang melanggar kode etik, baik dalam perkara yang sedang ditangani atau dalam perilaku pribadi mereka. Dalam hal ini, peran KY bukan hanya sebagai lembaga pengawas, tetapi juga sebagai lembaga yang menjaga kualitas moralitas dan etika hakim dalam menjalankan tugasnya. Sementara itu, kekuasaan kehakiman berfungsi untuk menjaga agar setiap perkara yang diajukan kepada pengadilan dapat diselesaikan secara adil, transparan, dan tanpa pengaruh dari luar. Meski kedua lembaga ini memiliki kewenangan yang berbeda, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan sistem peradilan yang adil dan bebas dari korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, kerjasama yang baik antara KY dan lembaga-lembaga peradilan, termasuk Mahkamah Agung, adalah kunci untuk mewujudkan peradilan yang bersih, berintegritas, dan dipercaya oleh masyarakat.
Dasar hukum yang mengatur hubungan antara Komisi Yudisial dan kekuasaan kehakiman tercantum dalam beberapa undang-undang, termasuk UUD 1945, yang menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah cabang kekuasaan yang independen dan tidak boleh campur tangan oleh kekuasaan lainnya. Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial memberikan penegasan lebih lanjut mengenai kewenangan KY dalam mengawasi perilaku hakim, sementara Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur tentang tugas dan fungsi lembaga peradilan serta prinsip independensi yang harus dijaga oleh pengadilan di Indonesia. Dalam prakteknya, meskipun KY memiliki kewenangan pengawasan terhadap perilaku hakim, kekuasaan kehakiman tetap harus dijaga independensinya dalam menangani perkara yang ada di pengadilan. Oleh karena itu, meskipun kedua lembaga ini memiliki fungsi yang berbeda, mereka saling melengkapi untuk mewujudkan sistem peradilan yang kredibel dan berkeadilan. Dengan demikian, hubungan antara Komisi Yudisial dan kekuasaan kehakiman merupakan elemen yang sangat penting dalam menjamin keberlanjutan sistem hukum yang adil, transparan, dan akuntabel di Indonesia.