Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan signifikan terhadap Undang-Undang Kejaksaan yang mengatur kewenangan Jaksa Agung untuk memberi izin pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa. Melalui Putusan Nomor 15/PUU-XXIII/2025, MK menyatakan bahwa adanya syarat izin dari Jaksa Agung seperti tercantum dalam Pasal 8 ayat (5) UU Nomor 11 Tahun 2021 bertentangan dengan UUD 1945, secara bersyarat, apabila tidak disertai pengecualian untuk beberapa kasus tertentu.
Putusan MK memberikan pengecualian penting, yaitu aparat penegak hukum dapat langsung melakukan tindakan hukum terhadap jaksa apabila tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau terdapat bukti permulaan yang cukup untuk dugaan tindak pidana berat seperti pidana mati, kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus. Dengan putusan ini, jaksa yang melakukan pelanggaran berat tidak lagi kebal dan dapat diproses secara hukum tanpa batasan administratif yang sebelumnya ada.
MK menetapkan bahwa jaksa yang diduga melakukan tindak pidana dan tertangkap tangan, tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tindak pidana khusus (termasuk yang diancam hukuman mati atau berkaitan dengan keamanan negara) boleh diproses tanpa menunggu izin Jaksa Agung.
Sikap MK ini disambut baik oleh masyarakat dan aktivis antikorupsi yang selama ini menyoroti isu kekebalan jaksa dalam proses hukum. eberapa ahli hukum dan aktivis menilai keputusan MK sebagai langkah penting dalam memperkuat prinsip persamaan di depan hukum, dimana tidak ada kekebalan mutlak untuk pejabat penegak hukum.
Zean Via Aulia Hakim












