Aksi penolakan terhadap aktivitas tambang nikel di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya, terus meluas ke berbagai penjuru Tanah Air. Mahasiswa dan massa aksi yang tergabung dalam berbagai elemen solidaritas turun ke jalan, mendesak pemerintah untuk mencabut seluruh izin pertambangan nikel di kawasan yang dikenal sebagai “surga terakhir di bumi” tersebut.
Di Taman Sorong City, Papua Barat Daya, massa menggelar aksi damai sebelum bergerak menuju Kantor Gubernur Papua Barat Daya. Mereka menyuarakan penolakan terhadap eksplorasi dan eksploitasi tambang nikel di Pulau Batang Pele, Mayafun, dan Kawe—semuanya terletak di kawasan konservasi Raja Ampat.
Menanggapi tuntutan tersebut, Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Dalam pertemuan dengan Menteri Pariwisata, Kambu menyampaikan bahwa masyarakat Papua menginginkan Raja Ampat tetap menjadi kawasan wisata yang lestari.
“Saya sudah sampaikan langsung ke Menteri Pariwisata, rakyat Papua, khususnya Papua Barat Daya, ingin Raja Ampat tetap seperti hari ini—alami dan utuh—hingga akhir zaman. Itu isi hati rakyat,” tegas Kambu di hadapan massa.
Tak hanya di Papua Barat Daya, aksi solidaritas juga bergema di Sulawesi Utara. Sejumlah mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Indonesia Papua Sulut melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Selasa siang. Mereka menyerukan pencabutan izin tambang nikel dan meminta aspirasi mereka diteruskan ke pemerintah pusat.
Aksi serupa juga berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan. Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Revolusi Demokratik menggelar orasi di Jalan Sultan Alauddin, menuntut penghentian semua aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Mereka mengkritisi masih beroperasinya salah satu dari lima perusahaan tambang, meski pemerintah telah mencabut izin empat lainnya.
Pemerintah pusat sebelumnya telah mengumumkan pencabutan izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, sesuai arahan langsung dari Presiden Republik Indonesia.
Gelombang unjuk rasa ini mencerminkan suara publik yang berjuang menjaga warisan alam nusantara. Di tengah kepungan investasi, masyarakat menunjukkan bahwa kesadaran ekologis masih hidup dan tumbuh di hati rakyat Indonesia.

Mahasiswi Magister Ilmu Hukum USU,
Ig:@selviaanggrainy