Efisiensi APBN: Langkah Tepat Pemerintah Menjaga Stabilitas Ekonomi

Author PhotoRiski Pardinata Berutu
05 Feb 2025
Prabowo Subianto, Pangkas APBN (Sumber Gambar Youtube Setneg)
Prabowo Subianto, Pangkas APBN (Sumber Gambar Youtube Setneg)

Pemerintah APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) adalah rencana pengeluaran dan penerimaan yang disusun oleh Pemerintah dalam skala nasional. Sebagai alat pengaturan keuangan negara yang meliputi pendapatan dan belanja, APBN harus dikelola dengan baik agar dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang efektif dan efisien merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pembangunan suatu negara. Hal ini karena APBN memiliki peran penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kestabilan keuangan negara, dan kesejahteraan masyarakat.

Pada dasarnya, efektivitas dalam pengelolaan APBN berarti mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang paling optimal. Tujuan utama APBN adalah untuk membiayai kegiatan pemerintah, termasuk penyediaan barang dan jasa publik, pembangunan infrastruktur, dan program sosial.

Efektivitas pengelolaan APBN dapat diukur dari sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk setiap sektor dan program memiliki dampak positif yang nyata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Prabowo Subianto, sebagai Presiden Republik Indonesia dalam hal pengelolaan APBN melalui kebijakannya mengeluarkan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 ditargetkan dapat menghemat negara hingga Rp 306,6 triliun.

Kebijakan efisiensi yang menjadi arahan Presiden antara lain mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50%, membatasi kegiatan seremonial maupun Focus Group Discussion (FGD), membatasi honorarium tim, memfokuskan anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik, selektif dalam pemberian hibah, serta penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang bersumber dari Transfer ke Daerah (TKD). Kebijakan tersebut merupakan suatu langkah yang sangat tepat dengan kondisi prekonomian dunia yang saat ini tidak menentu.

Pengamat Forex Ibrahim Assuabi mengatakan arahan tersebut dapat memberi dampak positif bagi keuangan negara. Namun di sisi lain, berdampak negatif bagi sektor bisnis yang selama ini bergantung pada kerja sama dengan pemerintah.

Pemerintah, kata dia, sudah berhitung tahun ini membutuhkan belanja untuk sederet program pembangunan. Belanja untuk program banyak yang menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Berarti, Kementerian Keuangan harus mengeluarkan obligasi untuk menutupi anggaran tersebut,” ujarnya.

Besarnya kebutuhan menyababkan defisit anggaran sehingga bisa berdampak pada utang. Dengan adanya penghematan yang dilakukan Prabowo, defisit bisa dikurangi. Selain itu, diharapkan utang luar negeri bisa terus mengalami penurunan.

Menurut Ibrahim, arahan Prabowo tersebut membuat ruang pemerintah untuk menjalankan program jadi lebih luas. Seperti makan bergizi gratis, perbaikan sekolah dan agenda pembangunan lainnya. 

Namun, kata dia, dampak negatifnya akan dirasakan oleh sektor bisnis yang selama ini bergantung pada kerja sama dengan pemerintah. Seperti perhotelan dan jasa perjalanan.

Selanjutnya, Guru Besar UGM Bidang Manajemen Kebijakan Publik, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP., mengatakan target efisiensi anggaran yang ditargetkan sebesar Rp306 Triliun memang cukup besar bahkan menjadi tantangan berat bagi pemerintah pusat maupun daerah. Meski upaya efisiensi APBN bisa dilakukan, namun dalam implementasinya tidak mudah mengingat kecenderungan pola budaya birokrasi yang selalu boros membelanjakan anggaran untuk keperluan belanja rutin sangat sulit diatasi. “Kementerian, lembaga di pusat maupun di daerah sudah terbiasa dengan belanja alat tulis kantor ( ATK), unsur penunjang, rapat-rapat teknis yang biayanya relatif besar, dan itu semua sangat sulit diubah,” katanya.

Selanjutnya, jumlah kementerian dan lembaga di pusat yang bertambah sangat signifikan, dari sebelumnya 34 kementerian dan lembaga, sekarang ini bertambah menjadi 48 kementerian dan lembaga, jelas membutuhkan dana yang lebih besar. “Banyak kementerian dan lembaga baru yang bahkan sampai sekarang pejabatnya masih melakukan konsolidasi, menambah personil, dan semua itu tentunya membutuhkan penambahan alokasi belanja,” ujarnya.

Menurut Sri Mulyani, pemangkasan anggaran akan menyasar belanja yang dinilai kurang produktif atau bisa dilaksanakan dengan anggaran yang lebih kecil. Beberapa di antaranya adalah perjalanan dinas, acara seremonial, rapat di hotel, seminar, serta percetakan suvenir yang kurang relevan di era digital.

“Percetakan souvenir di era digital ini masih dianggarkan. Itu harus dievaluasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menambahkan bahwa pemangkasan anggaran ini akan diarahkan untuk mendukung program prioritas, seperti program makan bergizi gratis (MBG), yang diyakini memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap APBN dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus mendorong pembangunan yang berkelanjutan.

Maka dari itu, dengan kebijakan pemangkasan APBN ini, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran ke sektor-sektor prioritas seperti pertahanan, pangan, kesehatan, dan pendidikan dengan memangkas belanja yang kurang mendesak dalam mempersiapkan ketahanan ekonomi nasional.

Sumber:

https://www.antaranews.com/berita/4617854/ekonom-efisiensi-anggaran-dapat-mengarahkan-pembangunan-lebih-tepat

https://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/lainnya/opini/4447-strategi-komunikasi-djpb-mengawal-kebijakan-efisiensi-anggaran-2025.html

https://ugm.ac.id/id/berita/efisiensi-anggaran-sulit-tercapai-pakar-ugm-sebut-pemerintah-hadapi-perilaku-boros-dalam-birokrasi/

Artikel Terkait

Rekomendasi