Dosen FH UI Ajukan Gugatan UU Advokat ke MK, Minta Dosen PNS Diperbolehkan Menjadi Advokat

Author PhotoIndana Zulfah, S.H
04 Jan 2025
gedung-mahkamah-konstitusi-mk-jalan-medan-merdeka-barat-gambir-jakarta-pusat

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 150/PUU-XXII/2024 menyetujui sebagian permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

MK menyatakan bahwa dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) diperbolehkan untuk menjadi advokat dalam kapasitas terbatas, sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat yang merupakan salah satu aspek dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

“Dengan demikian, fungsi utama mereka sebagai pengajar dan peneliti tetap terjaga, karena pengalaman praktik dapat memperkaya materi pengajaran dan penelitian yang dilakukan,” jelas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan pertimbangan Mahkamah dalam sidang putusan pada Jumat (3/1/2025).

Lebih lanjut, mahasiswa akan mendapatkan pembelajaran yang lebih kontekstual dan aplikatif, karena dosen PNS memiliki pengalaman langsung dalam menangani kasus hukum konkret. Oleh karena itu, dengan memberikan kesempatan kepada dosen PNS untuk menjadi advokat, tidak hanya akan memperkaya pengetahuan akademis, tetapi juga memperkuat peran dosen sebagai agen perubahan yang dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan sistem hukum di Indonesia.

MK menyadari bahwa dosen PNS memiliki tanggung jawab besar selain pengabdian kepada masyarakat. Dosen dituntut untuk mempersiapkan materi pengajaran dengan baik, termasuk menyusun Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan melakukan studi literatur, yang memerlukan waktu dan perhatian penuh. Mereka juga bertanggung jawab dalam bidang penelitian, termasuk penyusunan proposal penelitian dan penulisan karya ilmiah untuk mendukung pengembangan karier akademik.

Oleh karena itu, jika dosen PNS diberikan kesempatan untuk menjadi advokat yang aktif dalam praktik hukum di pengadilan, hal ini harus dipastikan tidak mengganggu fokus dan pelaksanaan tanggung jawab akademik mereka. Membuka peluang bagi dosen PNS untuk melaksanakan tugas pengabdian kepada masyarakat sebagai advokat perlu dilakukan dengan syarat yang sangat ketat.

Syarat ketat tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan tugas dosen PNS sebagai advokat berjalan selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Suhartoyo menyebutkan beberapa syarat tersebut, antara lain:
1. Telah lulus ujian kompetensi advokat yang diselenggarakan oleh organisasi advokat;
2. Status advokat diberikan dalam konteks pengabdian kepada masyarakat setelah dosen PNS mengabdi sebagai pengajar minimal lima tahun;
3. Harus bergabung dan mengabdi minimal tiga tahun di lembaga bantuan hukum yang dibentuk oleh perguruan tinggi tanpa membuka kantor hukum sendiri, serta hanya memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang tidak mampu;
4. Lembaga bantuan hukum tersebut harus terakreditasi oleh kementerian terkait; 5. Jumlah advokat di lembaga tersebut tidak boleh melebihi jumlah bagian fakultas hukum;
6. Setiap pemberian bantuan hukum harus mendapatkan izin dan dilaporkan kepada pimpinan perguruan tinggi; serta
7. Tidak boleh aktif sebagai anggota organisasi advokat lainnya.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, MK menilai bahwa norma Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) UU 18/2003 perlu diberikan pemaknaan bersyarat sebagaimana termuat dalam amar putusan. Namun, karena pemaknaan yang diberikan tidak sesuai dengan permohonan para Pemohon, maka permohonan mereka dianggap beralasan menurut hukum hanya sebagian.

“Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, MK menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) UU 18/2003 bertentangan dengan asas hak untuk mengembangkan diri, yang tercermin melalui kesempatan bagi setiap WNI untuk meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan,” jelas Suhartoyo.

Namun demikian, karena amar putusan tidak sesuai dengan permohonan para Pemohon, maka dalil mereka mengenai pengujian norma tersebut beralasan menurut hukum hanya sebagian. Sehingga Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Advokat dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai: “tidak diberlakukan bagi dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk pengabdian kepada masyarakat dalam rangka Tri Dharma Perguruan Tinggi memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma.” Selain itu, Mahkamah juga menyatakan bahwa Pasal 20 ayat (2) UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dengan makna yang sama.

Sumber :
https://www.instagram.com/mahkamahkonstitusi/p/CwSE0VRLWo1/?next=%2Fstafifon%2Ftagged%2F&hl=bg
https://peraturan.go.id/files3/putusan-mahkamah-konstitusi-no-24-puu-xxii-2024+-tahun-2024.pdf
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=22031&menu=2

Artikel Terkait

Rekomendasi