Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan oleh DPR RI pada Kamis, 20 Maret 2025, kini menghadapi tantangan hukum. Sejumlah pihak telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji keabsahan undang-undang tersebut.

Gugatan ini terdaftar dengan nomor 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 dan melibatkan tujuh pemohon, termasuk mahasiswa dari Universitas Indonesia. Mereka beralasan bahwa proses pengesahan UU TNI tidak memenuhi asas keterbukaan dan partisipasi publik yang diatur dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Selain itu, mereka juga menyoroti bahwa RUU TNI disusun tanpa memasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan menggunakan naskah akademik yang tidak sesuai dengan periode saat ini378.

Sebelum disahkan, UU TNI telah menuai penolakan dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan aktivis. Beberapa pasal dalam undang-undang baru ini dianggap kontroversial dan berpotensi mengubah dinamika hubungan sipil-militer di Indonesia. Salah satu perubahan signifikan adalah penambahan jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dari 10 menjadi 16 institusi126.

Pengesahan UU TNI ini dilakukan dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, dengan dihadiri oleh berbagai menteri. Meskipun ada penolakan, DPR tetap melanjutkan proses hingga pengesahan46. Kini, dengan adanya gugatan ke MK, masa depan UU TNI akan ditentukan melalui jalur hukum.