Kasus dugaan korupsi dalam impor gula yang menjerat Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjadi sorotan publik dalam penegakan hukum Indonesia sepanjang tahun 2025. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan Tom Lembong bersalah dan menjatuhkan vonis penjara selama 4,5 tahun serta denda sebesar Rp750 juta. Meskipun demikian, majelis hakim menyebut secara tegas beberapa aspek yang meringankan, terutama fakta bahwa Tom Lembong tidak memperoleh keuntungan pribadi dari tindak pidana korupsi tersebut.
Dari sudut pandang hukum, tidak adanya manfaat finansial yang dinikmati langsung oleh terdakwa menjadi salah satu alasan kuat bagi hakim untuk memberikan pengurangan hukuman. Oleh karena itu, majelis tidak menetapkan kewajiban pembayaran uang pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Putusan ini sekaligus menegaskan bahwa sistem hukum pidana di Indonesia membedakan perlakuan bagi pelaku yang terbukti mendapat keuntungan pribadi dan mereka yang tidak menerima keuntungan materiil dari kejahatan korupsi.
Selain ketiadaan keuntungan finansial, faktor lain yang turut meringankan adalah catatan hukum Tom Lembong yang bersih dan perilakunya yang dianggap sopan selama proses persidangan berlangsung. Di samping itu, sikap kooperatifnya dalam membantu jalannya persidangan serta upaya menitipkan dana untuk menutupi sebagian kerugian negara juga menjadi poin yang mendukung keringanan hukuman. Majelis hakim menilai kombinasi faktor-faktor tersebut sebagai bentuk pertimbangan kemanusiaan yang tetap selaras dengan keadilan substantif.
Dari perspektif akademik dan praktik peradilan, putusan ini mencerminkan bahwa sistem pemidanaan di Indonesia masih menekankan prinsip individualisasi pidana. Tidak adanya keuntungan langsung yang dinikmati menjadi unsur penting yang memengaruhi tingkat pertanggungjawaban hukum terdakwa. Motif, peran, serta dampak ekonomi yang diterima oleh pelaku menjadi elemen penentu agar sanksi yang dijatuhkan tetap proporsional, terutama dalam perkara yang berkaitan dengan kebijakan publik yang rawan interpretasi berbeda.
Di sisi lain, perkara Tom Lembong membuka ruang diskusi di kalangan ahli hukum mengenai batasan pidana dalam konteks pengambilan kebijakan publik yang berisiko. Meskipun demikian, pertimbangan hakim yang menegaskan bahwa terdakwa tidak mengambil keuntungan pribadi dapat menjadi preseden penting bahwa dalam kasus korupsi, pengadilan harus cermat membedakan peran pelaku yang diuntungkan secara langsung dan yang hanya terlibat pada tataran administratif, agar keadilan substantif tetap terjaga dan efek jera terhadap praktik korupsi tidak kehilangan bobotnya dalam penegakan hukum nasional.
Zean Via Aulia Hakim













