Kupang, – Sidang lanjutan kasus yang mengakibatkan kematian Prada Luki Sepril Saputraamo kembali digelar di Pengadilan Militer 315 Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pada sidang hari ini, majelis hakim menghadirkan saksi anggota Provos Pratu Petrus Kanisius Mahe untuk penipu Letu Ahmad Faisal, Komandan Kompi A tempat korban berdinas.
Sidang ini merupakan bagian dari pemeriksaan tiga berkas pencuri. Bagi Letu Ahmad Faisal, dakwaan meliputi Pasal 131 dan 132 KUHP terkait kejahatan, dengan hukuman maksimal 9 tahun. Sementara untuk 17 terdakwa dan 4 terdakwa lainnya, ada tambahan Pasal KUHP tentang tindak kekerasan bersama yang berakhir dengan kematian.
Sidang akan dilanjutkan pada 4 November 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi untuk detektif Sertu Thomas dan lainnya. Humas Pengadilan Militer 315 Kupang menyatakan sidang bersifat terbuka untuk umum. Keluarga korban berharap keadilan segera terwujud.
Kuasa hukum keluarga mendiang Prada Luki Cepril Saputraamo, Ahmad Bumi, dalam menyatakan bahwa sidang pemeriksaan Saksi untuk terdakwa Ahmad Faisal hari ini tidak jauh berbeda dengan sidang sebelumnya. Fakta yang terungkap menunjukkan perbedaan versi antara penipu yang menyebut sebagai “pembinaan” dan korban serta auditor yang berasumsi sebagai penandatanganan atau penyiksaan.
Ahmad Bumi menjelaskan bahwa motif yang menyebabkan kematian Prada Luki pada 6 Agustus 2025 masih kabur, tetapi ada unsur niat jahat dari para pelaku. “Motif terjadinya tabrakan sadis yang mengakibatkan meninggalnya Prada Luki itu sampai hari ini masih kabur. Artinya motif itu bukan unsur pidana tetapi dia mensrea. Ada niat. Niat yang ada pada diri pelaku,” ujarnya.
Dari keterangan Saksi Pratu Petrus Kanisius, terungkap bahwa korban berteriak minta ampun saat dianiaya, namun teriakan tersebut diabaikan. Bahkan, korban terjatuh setelah disiram dan wajahnya ditutup dengan baju kaos hingga sesak napas dan muntah, namun sesak napas tetap berlanjut. Ahmad Bumi menegaskan bahwa pelatihan ini bukan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, yang harus bermanfaat dan adil. “Kalau personil dianiaya, disiksa tidak lagi bermanfaat. Kalau akibatnya membuat si Prada luki itu meninggal dunia, itu tidak masuk dalam kategori pelatihan, tapi itu adalah penyiksaan, berakibat kematiannya Pradaluki Saputraamo,” katanya.
Kesaksian Prada Richard, yang juga menjadi korban kompaksi serupa, memberikan titik terang. Ia mengungkapkan bahwa keduanya dilumuri cabe dan air jeruk di bagian sensitif. Ahmad Bumi menyatakan bahwa tanpa bukti Prada Richard, fakta ini mungkin tidak terungkap.
Pihak keluarga tidak menyetujui dakwaan saat ini yang hanya menggunakan Pasal 131 KUHP Militer dengan hukuman maksimal 9 tahun. Mereka meminta majelis hakim menaikkan tingkat ke rencana pembunuhan (Pasal 340 KUHP) dan Pasal 339 KUHP, karena pertengkaran berlangsung lebih dari satu hari dan ada niat jahat. “Tingkat pembunuhan ini kalau kita lihat dari rentetan peristiwa fakta yang terungkap dalam konferensi ee tepat kalau masuk di dalam 340 pembunuhan berencana. ada mensreanya, ada ee niatnya niat jahat dari para pelaku dan menginsafi kematian si korban pradaluki itu,” ujar Ahmad Bumi.
Selain itu, keluarga mendorong penerapan Pasal 11 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) karena korban dipersekusi untuk mengakui sesuatu yang tidak pernah dilakukan. Ahmad Bumi berharap auditor menerapkan dakwaan kumulatif untuk memastikan keadilan.
Titin Umairah, S.H














