Penetapan Status Tersangka Kepala Sekolah SMPN 9 Ambon Dibatalkan Berdasarkan Hukum

Author Photoportalhukumid
22 Oct 2024
Sidang Putusan Praperadilan Kepsek SMPN 9 Ambon, Sumber Foto: RRI
Sidang Putusan Praperadilan Kepsek SMPN 9 Ambon, Sumber Foto: RRI

Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Ambon, Dedi Sahusilawane, telah memutuskan untuk menerima seluruh gugatan yang diajukan oleh Lona Parinusa, yang merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri 9 Ambon untuk tahun 2020 hingga 2023. Lona Parinusa mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yang diwakili oleh Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Negeri Ambon. Dalam keputusan tersebut, hakim menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap Lona Parinusa adalah batal demi hukum, menandai kemenangan bagi pemohon.

Dalam pernyataannya, Lona Parinusa melalui kuasa hukumnya, Jhon Marsel Berhitu, menyatakan bahwa keputusan hakim adalah sebuah langkah positif. Jhon juga menjelaskan bahwa ada sepuluh poin gugatan yang diterima oleh Hakim Dedi, yang mencakup beberapa keputusan penting. Antara lain, hakim menetapkan bahwa Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Ambon pada tanggal 12 Juni 2024 adalah tidak sah dan batal demi hukum. Selain itu, hakim juga menganggap bahwa semua alat bukti yang digunakan dalam proses penyidikan sebelumnya tidak sah dan memerintahkan penghentian penyidikan terhadap pemohon.

Dalam sidang yang berlangsung sebelumnya, pakar hukum pidana Dr. John D. Pasalbessy, yang merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) di Ambon, memberikan kesaksian. Dia menjelaskan bahwa semua prosedur dalam penetapan seseorang sebagai tersangka harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Proses yang tidak sesuai dengan prosedur dapat membatalkan penetapan status tersangka, sehingga penting untuk mengikuti langkah-langkah yang benar.

Pasalbessy juga menekankan bahwa dalam proses penyelidikan, harus ada Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) yang dikeluarkan. Dari Sprindik tersebut, penyidik seharusnya menetapkan nama tersangka jika bukti permulaan sudah cukup kuat. Setelah Sprindik, penyidik wajib mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang harus disampaikan kepada semua pihak terkait, termasuk terlapor dan pelapor. Ketidakpatuhan dalam hal ini bisa mengakibatkan masalah dalam proses hukum yang sedang berlangsung.

Kuasa hukum pemohon, Jack Wenno, menyoroti bahwa dalam kasus ini, penyidik tidak pernah memberikan SPDP kepada Lona Parinusa sebelum dia ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini menciptakan pertanyaan serius mengenai keabsahan proses hukum yang dilakukan oleh penyidik. Wenno menyatakan bahwa pemohon tidak menerima SPDP apa pun, sementara dokumen tersebut seharusnya menjadi bagian dari prosedur yang sah dalam setiap proses penyidikan.

Keputusan hakim ini diharapkan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait dengan perlunya transparansi dan kepatuhan terhadap prosedur hukum yang ditetapkan. Selain itu, keputusan ini juga menggambarkan pentingnya perlindungan hukum bagi individu yang terlibat dalam proses hukum, memastikan bahwa hak-hak mereka dijunjung tinggi dan setiap tindakan penegakan hukum dilakukan dengan adil. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi institusi hukum lainnya untuk selalu mengikuti ketentuan yang ada dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.

Sumber:
https://www.rri.co.id/hukum/1062429/penetapan-tersangka-kepsek-smpn-9-ambon-batal-demi-hukum

Artikel Terkait

Rekomendasi